REPUBLIKA.CO.ID, Menjalankan ibadah secara prinsip adalah wajib bagi setiap umat Islam, termasuk kepada kalangan umat difabel. Lantas bagaimana pedoman ibadah berspektif difabel?
Salah satu anggota penyusun fikih difabel dalam Munas ke-31 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Alimatul Qibtiyah, menjabarkan bahwa kaum difabel memiliki hak keagamaan seperti beribadah, menikah (dan memiliki anak), hingga mendapatkan waris.
“Misalnya kalau kita lihat dalam fasilitas ibadah. Seperti apa pedoman ibadah yang berperspektif difabel?” kata Prof Alim dalam program Republika Ngaji di akun youtube Republika Official dan website Republika.co.id baru-baru ini.
Menurut dia, seharusnya masjid atau musala menyediakan fasilitas beribadah meliputi penggunaan kursi roda, penyedia pemandu bahasa isyarat, dan pemanfaatan anjing pemandu bagi tunanetra. Di sisi lain, pedoman ibadah bagi umat difabel juga membahas tata cara beribadah.
Dia menjelaskan, contohnya meliputi penyediaan pemandu bahasa isyarat bagi difabel rungu, difabel netra bagi orang yang memakai anjing sebagai pemandu, anjuran tayamum bagi difabel yang tidak mampu berwudhu secara normal, berwudhu atau tayamum dengan bantuan orang lain. "Meski untuk anjing pemandu masih sulit untuk konteks Indonesia,"jelas dia.
Tak hanya itu, kata Prof Alim, pedoman ibadah dalam perspektif difabel juga mengatur kewajiban zakat bagi difabel gangguan mental. Dia menekankan bahwa setiap umat Muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan ibadah, untuk itu pemenuhan hak beribadah juga berhak diterima oleh umat difabel.