REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kembali mengingatkan pemerintah dan pihak sekolah untuk melakukan sejumlah upaya pencegahan penularan Covid-19 saat pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Termasuk mempersiapkan skenario terburuk jika ada siswa yang bergejala.
Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah pelaksanaan jaga jarak. Pihak sekolah harus mampu menyediakan ruang belajar yang bisa membuat antara siswa berjarak satu meter.
Kedua, Piprim meminta pihak sekolah/dinas pendidikan untuk memastikan sirkulasi udara di kelas berfungsi dengan baik. Ventilasi udara di setiap kelas harus berfungsi optimal.
Jika ventilasi kelasnya buruk, kata dia, maka dapat menyebabkan penularan virus masif apabila ada siswa yang bergejala. Terlebih, kini mulai menyebar virus corona varian omicron, yang diketahui lebih cepat menular. Selain itu, anak-anak usia 6-11 tahun juga cenderung belum bisa menggunakan masker secara benar dan disiplin.
"Katakanlah ada satu siswa yang batuk pilek, tapi tidak swab kemudian disuruh masuk.... Itu ketika dia batuk atau berbicara bisa keluar droplet sehingga mudah menular di satu kelas," kata Piprim dalam sebuah diskusi daring, Jumat (7/1).
Ketiga, Piprim meminta semua pihak, baik itu guru, pegawai sekolah, siswa, dan orang tua jujur apabila peserta didik sakit. "Tidak boleh ada dusta di antara kita," ujarnya.
Apabila memang ada peserta didik yang demam, lanjut dia, maka siswa itu harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan. Pemerintah/pihak sekolah juga harus mempertimbangkan sejak jauh-jauh hari soal tempat fasilitas kesehatannya, pembiayaan, dan penanggung jawab.
"Hal seperti ini harus dipertimbangkan. Pihak sekolah/pemerintah harus siapkan skenario terburuk," ujarnya.
Di sisi lain, ketika ada siswa yang bergejala dan terkonfirmasi Covid-19, maka harus segera dilakukan pelacakan kontak erat. Langkah preventif seperti ini, kata dia, adalah yang terbaik untuk menjaga keselamatan anak-anak. "Jangan sampai ditutup-tutupi (kalau ada kasus)," ujarnya.
Keempat, Piprim meminta para guru juga harus disiplin protokol kesehatan, terutama menggunakan masker. Sebab, guru bisa jadi penular kepada siswa ketika dia berbicara di depan kelas tanpa menggunakan masker.
Baca juga : Bus Sekolah DKI Angkut 16 Ribu Siswa Selama PTM 100 Persen
Kelima, Piprim meminta dinas pendidikan setempat untuk meningkatkan pengawasan di sekolah-sekolah. Jumlah pengawas di lapangan harus ditambah. "Jangan hit and run. Setelah program digulirkan, lalu dibiarkan saja," ujarnya mengingatkan.
Ketua Pokja PTM Terbatas 100 Persen Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Putoyo mengatakan, pihaknya tidak 'hit and run' dalam melaksanakan PTM 100 persen ini. Sejumlah langkah pencegahan sudah dilaksanakan dalam lima hari terakhir pelaksanaan PTM.
Putoyo bilang, semua jajaran Disdik DKI turun ke sekolah-sekolah untuk mengawasi langsung pelaksanaan protokol kesehatan. Selain itu, petugas Satpol PP juga ikut membantu membubarkan kerumunan apabila ada siswa yang berkumpul sepulang sekolah.
"Kami menugaskan seluruh pejabat dan staf untuk monitoring (pelaksanaan PTM) selama dua pekan ini," ujar Putoyo dalam kesempatan sama.
Selain itu, Dinas Kesehatan DKI juga melakukan active case finding (ACF) atau pengetesan Covid-19 secara random di 10 persen sekolah. Menurut Putoyo, hasil ACF pekan depan bisa digunakan sebagai acuan apakah PTM ini meningkatkan jumlah kasus atau tidak.
PTM 100 persen sudah dimulai sejak 3 Januari 2022. Di DKI sendiri, kata Putoyo, tingkat kehadiran siswa mencapai 97 persen. Tingkat kehadiran tenaga pendidik juga sudah 97 persen.