Sabtu 08 Jan 2022 16:15 WIB

AS Dilibas Omicron, Angka Rawat Inap Covid-19 di Ambang Rekor Tertinggi

Angka rawat inap di AS melampui rekor Januari 2021

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
New York mengumumkan status keadaan darurat di tengah kenaikan kasus Covid-19 dan kewaspadaan terhadap varian baru Omicron.
Foto: EPA-EFE/JASON SZENES
New York mengumumkan status keadaan darurat di tengah kenaikan kasus Covid-19 dan kewaspadaan terhadap varian baru Omicron.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Angka rawat inap Covid-19 di Amerika Serikat (AS) hampir mencapai rekor tertingginya, Jumat (7/1/2022). Berdasarkan catatan kantor berita Reuters sudah melampaui rekor yang tercatat pada Januari tahun lalu.  

Varian Omicron yang sangat menular mendorong kasus infeksi virus corona. Angka rawat inap melonjak tajam sejak akhir bulan Desember ketika Omicron mengalahkan Delta sebagai varian virus corona paling dominan di AS. Pakar mengatakan Omicron tidak begitu mematikan seperti Delta.  

Baca Juga

Namun pemerintah memperingatkan angka kasus infeksi varian Omicron tetap membebankan rumah sakit. Beberapa rumah sakit kesulitan menghadapi gelombang pasien masuk sebab staf mereka sendiri juga sakit.

"Ini seperti kemacetan saluran medis, saat ini terdapat begitu banyak tekanan yang berkontribusi pada tantangan dan saya pikir termasuk elemen, saya tidak ingin mengatakan putus asa, tapi kelelahan," kata kepala klinik Penn State Health, Dr. Peter Dillon, Sabtu (8/1/2022).

Pada Kamis (6/1/2022), AS melaporkan 662 ribu kasus infeksi baru. Angka harian tertinggi keempat di AS. Tiga hari usai kasus infeksi bertambah 1 juta dalam satu hari.

Kasus rawat inap AS yang sebanyak 123 ribu tampaknya mendekati rekor sebelumnya yang sebanyak 132 ribu. Angka kematian cukup stabil di angka 1.400 per hari, masih di bawah puncak tahun lalu.

Namun data rumah sakit sering kali tidak membedakan antara yang masuk rumah sakit karena Covid-19 dan pasien insidental yakni masuk rumah sakit karena alasan lain tapi ternyata positif virus korona. Gubernur New York Kathy Hochul mengatakan 42 persen pasien rawat inap di negara bagian itu pasien insidental.

Hal itu menandakan data mungkin tidak memberikan gambaran paling jelas dampak Omicron pada gejala berat. Sementara rawat inap di New York terus bertambah, Hochul dan pejabat negara bagian lainnya optimistis periode terburuk Omicron akan terlewati dalam beberapa hari ke depan.

"Kami membutuhkan beberapa hari untuk dapat mengetahui apakah sudah sampai puncaknya," kata pelaksana tugas Komisioner Kesehatan New York, Dr. Mary Bassett.

"Saya kira kami dapat memperkirakan Januari berjalan sulit tapi semuanya harusnya membaik pada Februari," tambahnya.

Lonjakan kasus infeksi memaksa sistem rumah sakit menghentikan setengah dari operasi elektif. Hal ini mencerminkan tekanan yang dihadapi sektor kesehatan. Berdasarkan laporan bulanan tenaga kerja AS sektor itu telah kehilangan 3.100 pekerjanya.

Beberapa dokter dan perawat mengungkapkan rasa frustasi atas lonjakan kasus pada masyarakat yang belum divaksin. Mereka mengatakan tidak dapat mengerti mengapa beberapa orang menolak nasihat dokter untuk divaksin tapi kemudian meminta bantuan profesional medis ketika sakit Covid-19.  

"Banyak kematian yang tidak perlu," kata perawat spesialis gawat darurat di Cleveland Clinic, Lynne Kokoczka, saat ia membantu mengeluarkan pasien Covid-19 yang meninggal dunia dari bangsal.

Baca: Kasus Omicron Melejit, India Kerahkan Tambahan 45.000 Dokter Muda

Kepala departemen perawatan klinik di Cleveland Clinic, Dr. Hassan Khouli mengatakan 90 persen pasien gawat darurat yang menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakitnya merupakan pasien yang tidak divaksin Covid-19. "Hal ini benar-benar membebani tim kami, kelelahan menjadi masalah utama," katanya. 

Baca: Lampaui Delta, Covid-19 Omicron Buat AS Sentuh Rekor Kasus Tertinggi

Kasus Covid-19 di Seluruh Dunia Tembus 300 Juta

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement