Ahad 09 Jan 2022 05:10 WIB

Flurona Bukan Penyakit Baru, Sudah Ditemukan di Awal Pandemi

Menurut banyak ahli di seluruh dunia, flurona sudah terjadi sejak awal pandemi

Rep: Fuji E. Permana/ Red: Christiyaningsih
Covid-19 (ilustrasi). Menurut banyak ahli di seluruh dunia, flurona sudah terjadi sejak awal pandemi.
Foto: Pixabay
Covid-19 (ilustrasi). Menurut banyak ahli di seluruh dunia, flurona sudah terjadi sejak awal pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Israel baru-baru ini melaporkan kasus pertama Covid-19 simultan dan infeksi influenza musiman. Hal ini mengingatkan kembali pada ketakutan terhadap koinfeksi (infeksi simultan oleh dua virus). Sementara, kasus yang melibatkan wanita hamil yang tidak divaksinasi telah mendapat perhatian global. Ini bukan pertama kalinya koinfeksi yang dijuluki flurona terjadi.

Mengingat musim flu pada musim dingin yang banyak terjadi dan penyebaran Covid-19 yang terus berlanjut, termasuk varian yang sangat menular seperti Omicron, para ahli mengatakan akan lebih banyak kasus infeksi, ini tinggal masalah waktu saja.

Baca Juga

Jadi seberapa biasa flurona dan haruskah publik khawatir? Dilansir laman South China Morning Post (SCMP) pada Sabtu (8/1/2022), flurona baru-baru ini mendapatkan popularitas. Ini bukan varian baru dari Sars-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

Ada kemungkinan untuk terinfeksi flu, penyakit pernapasan lainnya, dan Covid-19 pada saat yang bersamaan. Demikian menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS).

"Bukannya Anda mendapatkan satu dan (ini) saling eksklusif dan (Anda) tidak mendapatkan yang lain,” kata Manajer Insiden Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Abdi Mahamud.

Para peneliti di seluruh dunia telah mempertimbangkan kemungkinan tertular Covid-19 bersamaan dengan penyakit pernapasan lainnya sejak pandemi dimulai. Temuan mereka telah didokumentasikan dengan baik.

Para peneliti di Rumah Sakit Tongji di Kota Wuhan di China menemukan koinfeksi dengan Sars-CoV-2 dan virus influenza sangat lazim pada tahap awal wabah di sana. Menurut makalah Juni 2020 mereka di Journal of Medical Viruses, hampir setengah dari 307 pasien Covid-19 yang diteliti juga terinfeksi virus influenza A sementara 7,5 persen menderita influenza B.

Dua bulan sebelumnya, peneliti Universitas Stanford di Kalifornia utara telah menemukan satu contoh koinfeksi Sars-CoV-2 dan influenza. Pada Mei tahun itu, Klinik Rumah Sakit Barcelona melaporkan empat kasus koinfeksi Sars-CoV-2 dan influenza pada seorang wanita berusia 81 tahun dan tiga pria berusia 53, 78, dan 56 tahun.

Di Iran, para peneliti dari Alborz University of Medical Sciences menemukan 79 koinfeksi yang dilaporkan dari Desember 2019 hingga September 2020. Enam koinfeksi juga terdeteksi oleh para peneliti dari Universitas Feevale di Brasil dari lebih dari 400 spesimen yang dikumpulkan antara Maret dan Desember 2020.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus flu dan Covid-19 menyebar di antara orang-orang dengan cara yang sama. Baik flu maupun Covid-19 menular melalui tetesan dan aerosol ketika orang yang terinfeksi bernapas, berbicara, batuk, atau bersin. Orang juga dapat terinfeksi jika mereka menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah menyentuh permukaan atau benda yang terkontaminasi virus.

Kedua penyakit tersebut menimbulkan gejala yang hampir sama, seperti demam, batuk, kelelahan, sakit tenggorokan, serta nyeri otot dan tubuh. Namun Covid-19 juga dapat menyebabkan hilangnya penciuman atau rasa dan gejala yang lebih serius seperti sesak napas. Covid-19 juga dapat memicu penyakit yang lebih parah pada beberapa orang, membutuhkan waktu lebih lama untuk menunjukkan gejala, dan menyebabkan pasien tertular lebih lama, menurut CDC AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement