Ahad 09 Jan 2022 08:04 WIB

Turki Harap Ketegangan Rusia-NATO Bisa Diselesaikan Damai

Situasi di perbatasan Ukraina-Rusia memang tengah dibekap ketegangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengungkapkan, ia berharap ketegangan Rusia dengan Ukraina dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat diselesaikan secara damai.
Foto: AP/AP
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengungkapkan, ia berharap ketegangan Rusia dengan Ukraina dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat diselesaikan secara damai.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengungkapkan, ia berharap ketegangan Rusia dengan Ukraina dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat diselesaikan secara damai. Turki diketahui merupakan salah satu anggota NATO.

“Harapan kami adalah ketegangan antara Ukraina dan Rusia, antara Rusia dan NATO, diselesaikan melalui cara damai. Jangan menambah ketegangan, hindari tindakan provokatif atau tindakan yang bisa dianggap provokatif,” kata Akar dalam sebuah pengarahan pers di Ankara, Sabtu (8/1/2022), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Dia mengungkapkan, Turki telah memberi tahu para pihak terkait tentang perlunya mengambil langkah-langkah tadi. “Bahwa sangat penting untuk bertindak dengan hati-hati,” ujarnya.

Pernyataan Akar muncul menjelang pertemuan para pejabat tinggi Rusia dan Amerika Serikat (AS) di Jenewa, Swiss, pada Senin (10/1/2022). Mereka akan membahas tentang ketegangan di wilayah perbatasan Ukraina. Moskow dijadwalkan melanjutkan pembahasan tersebut dengan 30 negara anggota NATO pada Rabu (12/1/2022).

Situasi di perbatasan Ukraina-Rusia memang tengah dibekap ketegangan. Hal itu terjadi karena adanya pengerahan pasukan oleh Rusia. Moskow disebut hendak melancarkan serangan terhadap tetangganya yang dulu tergabung dalam Uni Soviet itu. Namun Kremlin telah membantah dugaan tersebut

Pada 2014, Moskow mencaplok dan menduduki Semenanjung Krimea. Tindakan tersebut diambil setelah mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, yakni Viktor Yanukovych, lengser. Dia digulingkan setelah rakyat Ukraina menggelar demonstrasi selama tiga bulan tanpa jeda.  

Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa. Kala itu terdapat kelompok pro-Uni Eropa dan pro-Rusia di Ukraina. Kelompok separatis pro-Rusia merebut sebagian besar dua wilayah timur Ukraina yang dikenal sebagai Donbass. Pertempuran pun berlangsung di sana. 

Pada 2015, Rusia dan Ukraina, bersama Prancis serta Jerman, menyepakati Minsk Agreements. Salah satu poin dalam perjanjian itu adalah dilaksanakannya gencatan senjata total di wilayah timur Ukraina. Namun Moskow dianggap tak mematuhi dan memenuhi sepenuhnya perjanjian tersebut. Hal itu menyebabkan Rusia dijatuhi sanksi ekonomi oleh Uni Eropa.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement