REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mendorong kabupaten/kota yang belum memiliki mal pelayanan publik (MPP) untuk segera membentuknya. Hingga Desember 2021, baru sekitar 50 MPP yang ada di seluruh Indonesia dari 514 kabupaten/kota yang diminta sesuai Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam kunjungan ke daerah-daerah selalu mengingatkan agar mendirikan Mal Pelayanan Publik guna memudahkan masyarakat mengakses pelayanan. "Per Desember 2021 ini baru ada 50 MPP yang ada di seluruh Indonesia, jadi baru 10 persen. Karena itu kita harus menyegerakan (pembentukan MPP) ini," ujar Wapres dalam kunjungan kerja ke Palu, Sulawesi Tengah, akhir pekan ini.
Wapres menekankan kabupaten/kota yang belum memiliki pelayanan publik bisa mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada di daerahnya. Menurutnya, pendirian Mal Pelayanan Publik tak perlu dengan membangun gedung maupun fasilitas baru.
Namun, yang terpenting adalah tersedia perangkat digital yang dibutuhkan untuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), sumber daya manusia (SDM). Dengan begitu, kata Kiai Ma'ruf, pemerintah daerah dapat menekan anggaran pembangunan Mal Pelayanan Publik.
"Tidak perlu harus gedung baru, ini jangan sampai kita nanti harus menunggu gedung baru, gedung lama pun tidak apa apa sehingga tidak membutuhkan biaya besar. Fungsi dari MPP ini sebagai pusat pelayanan terpadu satu pintu, karena di situ bisa semua di daerah," ujar Wapres.
Kendati demikian, Kiai Ma'ruf tak memungkiri alasan tempat, SDM dan perangkat digital ini juga menjadi kendala pembangunan mal pelayanan publik di daerah. Namun ia berharap, kendala ini bisa diatasi oleh pemerintah daerah dengan berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
"Karena memang pelayanan publik itu harus disiapkan tempatnya, kemudian tenaganya, kemudian juga mengenai aplikasi digitalisasinya supaya bisa jangkauannya lebih luas dan ini memang butuh persiapan-persiapan," ujar Wapres.
"Kita ingin ini ada percepatan. Karena persoalan pelayanan publik ini menjadi suatu program yang harus segera terealisasi. Jadi kendala-kendala ini memang sebenarnya teknis saja," ujar Wapres.
Dalam kesempatan terpisah, Staf Khusus Menteri bidang Pelayanan Publik dan Umum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Saifudin Latief mengatakan ide dasar dari mal pelayanan publik ini adalah agar masyarakat mampu mengakses segala jenis pelayanan publik yang di satu tempat secara terintegrasi. Konsep ini sebagaimana layaknya sebuah mal beroperasi dalam menawarkan berbagai macam kebutuhan masyarakat.
"Dengan adanya pengintegrasian berbagai jenis pelayanan publik ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang prima, sebagaimana yang diharapkan oleh kita semua," ujar Saifudin dikutip dari siaran Youtube, Ahad (9/1).
Saifudin melanjutkan, selain menghadirkan konsep mal pelayanan publik, secara simultan pemerintah juga mendorong pemanfaatan teknologi digital dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Sebab, digitalisasi dalam pelayanan publik bagian adaptasi perubahan teknologi digital.
Menurutnya, terdapat beberapa keunggulan pemanfaatan teknologi digital diantaranya adalah pelayanan publik yang dapat dilakukan secara cepat mudah, terjangkau, aman, nyaman, realtime dan transparan. "Dan yang tak kalah pentingnya digitalisasi pelayanan publik dapat mencegah munculnya praktik pungli atau pungutan liar yang biasanya menjadi keluhan terbesar masyarakat dalam mengakses pelayanan publik," katanya.
Selain itu, teknologi digital juga meminimalisasi pertemuan tatap muka secara fisik yang biasanya menjadi celah munculnya praktik suap maupun pungutan liar. Ia melanjutkan, adanya teknologi digital juga dapat dipantau dan ditelusuri secara transparan dan realtime.
"Sehingga mencegah munculnya tindakan saling melempar tanggung jawab yang tak jarang juga menjadi keluhan masyarakat secara umum," katanya.