Ahad 09 Jan 2022 15:53 WIB

Pasukan Rusia di Kazakhstan Dipimpin Jenderal Bekas Komandan di Suriah

Penunjukan jenderal yang pernah bertugas di Suriah timbulkan kekhawatiran kehancuran

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Tentara Kazakhstan bersiap untuk menghentikan pengunjuk rasa di Almaty, Kazakhstan, Kamis, 6 Januari 2022. Penunjukan jenderal yang pernah bertugas di Suriah timbulkan kekhawatiran kehancuran di Kazakhstan. Ilustrasi.
Foto: Vladimir Tretyakov/NUR.KZ via AP
Tentara Kazakhstan bersiap untuk menghentikan pengunjuk rasa di Almaty, Kazakhstan, Kamis, 6 Januari 2022. Penunjukan jenderal yang pernah bertugas di Suriah timbulkan kekhawatiran kehancuran di Kazakhstan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menunjuk seorang jenderal militer untuk memimpin misi penjaga perdamaian di Kazakhstan. Jendral yang ditunjuk adalah orang yang sama ketika memimpin operasi Moskow di Krimea dan Suriah selama dekade terakhir.

Juru bicara Kementerian Pertahanan, Igor Konashenkov, mengatakan semua brigade dan divisi Rusia yang dikerahkan telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pengalaman tempur yang nyata. Penunjukkan Jenderal Andrei Serdyukov diumumkan langsung oleh Konashenkov.

Baca Juga

"Personel militer Rusia yang tiba di Republik Kazakhstan segera mulai memenuhi tugas yang diberikan," ujar Konashenko dilansir Middle East Monitor, Ahad (9/1/2022).

Konashenko menambahkan, pasukan Rusia dan penegak hukum Kazakhstan telah menguasai bandara internasional Almaty dan situs penting lainnya seperti konsulat Rusia. Penunjukan Serdyukov telah memperburuk kekhawatiran bahwa Kazakhstan akan bernasib sama seperti Suriah karena intervensi militer Rusia.

Serdyukov bertanggung jawab atas misi militer Rusia di negara-negara lain, di mana Moskow telah melakukan intervensi. Termasuk invasi dan pencaplokan Krimea di Ukraina pada 2014 serta pengerahan pasukan Rusia di Suriah pada 2019. Tindakan brutal pemerintah Kazakhstan terhadap para pengunjuk rasa dapat menyebabkan perang saudara dan ketidakstabilan seperti yang dialami di Suriah dan Libya selama dekade terakhir.

Pasukan intervensi dikerahkan di bawah Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) atau secara tidak resmi dikenal sebagai "NATO Rusia". Anggota CSTO terdiri dari negara-negara bekas Soviet.

Aksi protes yang meluas dan intens di kota Almaty di Kazakhstan bermula dari ketidakpuasan atas kenaikan harga bahan bakar sebanyak dua kali lipat. Aksi protes yang berujung bentrokan tersebut menyebabkan Presiden Kassym-Jomart Tokayev mengumumkan keadaan darurat. Sementara pemerintah mengundurkan diri sebagai tindakan atas kericuhan itu.

Situasi keamanan terus memburuk setelah bentrokan terjadi antara pasukan pemerintah dan pengunjuk rasa bersenjata. Presiden Tokayev memberikan perintah kepada pasukan keamanan untuk menembak orang-orang yang terlibat kerusuhan. Perintah ini bertujuan untuk menekan teroris.

Tokayev meminta Rusia mengirim pasukan untuk membantu memadamkan protes dan menegakkan keamanan. Sekitar 3.000 tentara Rusia telah dikirim ke Kazakhstan, termasuk sekitar seribu pasukan negara-negara lain seperti Belarusia, Tajikistan, Kirgistan, dan Armenia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement