REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochammad Husen berharap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) secepatnya disahkan. "Pengesahan RUU TPKS itu untuk kepastian hukum melindungi perempuan dan anak dari kejahatan seksual," kata Mochammad Husen saat dihubungi, Ahad (9/1/2022).
Kasus kejahatan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual selama ini cenderung meningkat baik di tingkat daerah hingga nasional. Berdasarkan laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sejak periode 2019-2021 terjadi peningkatan kasus kejahatan yang dialami perempuan dan anak, di mana pada 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021.
Kejahatan yang paling banyak dialami anak-anak adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen. Ia mendesak Ketua DPR RI Puan Maharani segera mengesahkan RUU TPKS guna melindungi perempuan dan anak dari kejahatan seksual.
"Kami khawatir jika tidak secepatnya disahkan RUU TPKS jumlah korban kejahatan seksual yang dialami perempuan dan anak kembali meningkat, "kata mantan anggota DPRD Lebak.
Menurut dia, pengesahan RUU TPKS sangat perlu dan penting yang harus dilakukan sosialisasi dan edukasi untuk memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi ke sekolah-sekolah hingga lembaga perguruan tinggi. Selama ini, kata dia, kegiatan sosialisasi dan edukasi pendidikan seks dan kesehatan reproduksi dinilai belum optimal.
Padahal, kegiatan itu sangat penting sebagai pencegahan dan perlindungan terhadap anak dan perempuan dari korban kekerasan seksual. Begitu juga masyarakat dapat membantu pemerintah untuk melakukan pendampingan dan perlindungan juga melapor kepada penegak hukum agar kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dapat ditindaklanjuti secara hukum.
Sebab, banyak kasus kekerasan perempuan dan anak yang tidak melaporkan kepada kepolisian setempat, katanya. Ia juga mengimbau orang tua harus mengawasi anak-anak mereka baik dalam pergaulan di lingkungan juga penggunaan teknologi internet yang mudah mengakses pornografi.
Saat ini, pelaku kejahatan seksual yang di alami perempuan dan anak adalah orang-orang terdekat, seperti dari keluarga, ayah tiri, tetangga, teman, guru, bahkan tokoh dan guru agama. Sementara hukuman yang dikenakan terhadap pelaku kejahatan seksual itu cukup ringan hingga ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Kami berharap pelaku kejahatan seksual anak dan perempuan bisa diberikan efek jera jika RUU TPKS disahkan dengan hukuman 20 tahun dan denda Rp 15 miliar," katanya.