Ahad 09 Jan 2022 19:11 WIB

Aksi Joki Vaksin Covid-19

Pelaku joki vaksin covid-19 tidak mengalami gangguan kesehatan.

Abdul Rahim menjadi joki Covid0-19. Foto vaksin Covid-19 (ilustrasi).
Foto: AP/Markus Schreiber
Abdul Rahim menjadi joki Covid0-19. Foto vaksin Covid-19 (ilustrasi).

Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Joki. Kata ini jika mencarinya di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) akan memunculkan makna penunggang kuda pacu. Makna lainnya, pengatur lagu yang menangani perekam lagu atau piringan hitam di studio musik atau diskotek. Dua makna tersebut tentu menjadi sebuah profesi.

Lalu KBBI juga memasukkan pengertian lain dari joki adalah orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian dan menerima imbalan uang. Lalu makna berikutnya, orang yang memberi layanan kepada pengemudi kendaraan yang bukan angkutan umum untuk memenuhi ketentuan jumlah penumpang (tiga orang) ketika melewati kawasan tertentu.

Memakai jasa joki untuk mengerjakan tugas, skripsi, ujian di kampus bukan hal baru. Bayaran joki di kampus-kampus ini pun cukup lumayan. Pelaku joki, umumnya adalah orang-orang pintar. Iya dong, mana mau orang menyewa dia jika tidak bisa meyakinkan hasil ujiannya akan memuaskan dan pasti lulus.

Meski tak banyak pelakunya, tapi ada saja mahasiswa yang sembunyi-sembunyi melakukannya. Jika ketahuan, joki maupun orang yang dijokikan akan fatal akibatnya. Bisa kena skorsing, pengurangan nilai, tidak lulus mata kuliah atau bahkan dikeluarkan dari kampus.

Bagi joki-joki 3in1 yang kerap menawarkan jasanya di pinggir jalan, bayarannya memang tak terlalu mahal. Joki 3in1 cukup menggenakan pakaian yang pantas untuk duduk sejenak di dalam mobil, menemani pengendara yang hanya sendirian atau berdua, padahal akan memasuki jalur 3in1. Setelah melintasi jalur yang mewajibkan minimal tiga orang penumpang dalam satu mobil, tugas joki 3in1 selesai. Dia akan menerima bayaran dan setelah itu diturunkan di tepi jalan.

Bagaimana jika ketahuan? Sama halnya dengan joki ujian, apa yang dilakukan joki 3in1 dan pengemudi adalah hal yang melanggar aturan. Mereka bisa dijerat hukum dan dikenakan pasal-pasal yang sesuai. Karena itu, kegiatan mereka dilakukan kucing-kucingan, sebisa mungkin jangan ketahuan petugas.

Beberapa tahun belakangan, di saat dunia game online merasuki generasi milenial, ternyata sosok joki ini juga muncul. Joki gim ini bertugas menaikkan level gim atau untuk mendapatkan item tertentu dalam gim. Umumnya para joki gim ini memainkan akun dari penyewa jasa mereka.

Joki gim, pastinya orang-orang yang jago main gim. Mereka handal dan mampu memainkan gim hingga berjam-jam. Maka para gamer yang mau instan naik level, mau saja merogoh kocek ratusan ribu bahkan hingga jutaan rupiah untuk membayar jasa mereka. Jagoan gim ini bisa dibayar tinggi jika gim yang dimainkan susah di-hack, karena mereka bermain secara manual untuk mengejar skor. 

Nah, belakangan muncul berita, ada joki baru yakni joki vaksin. Munculnya joki vaksin ini tentu berkaitan dengan vaksinasi Covid-19 yang saat ini terus digencarkan. Orang yang sudah divaksinasi, akan mendapatkan sertifikat vaksin. Sertifikat ini harus ditunjukkan jika bepergian atau ke tempat-tempat umum yang mensyaratkan sertifikat vaksin.

Sebetulnya, vaksinasi Covid-19 dilaksanakan tentu bukan sekadar agar mendapatkan sertifikat. Vaksinasi yang digencarkan pemerintah saat ini demi kesehatan individu itu sendiri dan menuju tercapainya herd immunity terhadap virus Covid-19 yang saat ini melanda dunia.

Di tengah masifnya pelaksanaan vaksinasi, ada segelintir orang yang tak mau divaksinasi dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan karena memiliki penyakit, ada yang takut jarum suntik dan kekhawatiran lain sehingga menolak divaksinasi Covid-19. Di tengah kondisi ini, ada saja orang yang memanfaatkan situasi dengan memasang badan untuk jadi joki vaksin bagi mereka yang tak mau divaksinasi.

Di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, muncul nama Abdul Rahim, yang menjadi joki vaksin. Pria 49 tahun ini mengaku sudah 17 kali divaksinasi Covid-19. Dua kali vaksinasi dijalaninya untuk dirinya sendiri, dan selebihnya dia menjokikan orang lain.

Abdul menggantikan orang yang tidak mau divaksinasi dengan bayaran Rp 100 ribu hingga Rp 800 ribu setiap kali vaksinasi. Polisi pun sudah memeriksa Abdul dan kini ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Peraturan tentang Penanggulangan Covid-19.

Dengan mendapatkan vaksinasi hingga 17 kali, apakah Abdul mengalami kondisi yang tak normal? Ternyata dia baik-baik saja. Dalam pengakuannya saat diperiksa aparat kepolisian, pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan ini hanya mengalami gejala mengantuk, dan sedikit lemas setelah divaksinasi.

Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim Dinas Kesehatan, Abdul tidak mengalami gangguan kesehatan. "Dari hasil pemeriksaan sampel darah di laboratorium, yang bersangkutan masih dalam batas normal (kondisinya)," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Arman Bausat.

Tim Dinkes pun sudah melakukan pemeriksaan kesehatan fisik dan kejiwaan pada Abdul. "Kita tahu yang bersangkutan ada riwayat pengguna. Hasil laboratorium dari fungsi hatinya normal, tidak ada dampak berlebihan dari vaksinasi 17 kali itu akan merusak dirinya, secara kebetulan fisiknya bagus," kata Arman.

Ulah Abdul menjadi joki vaksin, meski saat ini tak terlihat dampaknya, namun telah merugikan negara dan warga yang lain karena membuat vaksin Covid-19 yang stoknya terbatas terbuang percuma. Orang-orang yang telah digantikannya menjalani vaksinasi, kini beberapa orang sudah didatangi petugas dan divaksinasi.

Setelah Abdul, ternyata joki vaksin ini juga didapati di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Polisi menangkap GR (29), warga Jalan Kebun Bunga, Kecamatan Banjarmasin Timur saat hendak mengikuti vaksinasi di salah satu gerai vaksin di kawasan Banjarmasin Timur. Petugas vaksinator merasa curiga karena foto KTP dan wajah GR berbeda. GR kini menjalani proses hukum di Polsekta Banjarmasin Timur.

Sebenarnya, joki vaksin Covid-19 ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Beberapa waktu lalu, seorang lelaki asal Selandia Baru mendapat 10 suntikan vaksin Covid-19 dalam satu hari. Ia ditangkap saat mencoba mendapatkan vaksin kesembilan untuk mewakili orang-orang yang tidak mau divaksin. Lelaki itu ditangkap di pusat vaksinasi di Fosses-la-Ville saat berupaya disuntik vaksin. Petugas di pusat vaksinasi memberi tahu polisi setelah mereka memperhatikan lelaki tersebut datang lagi untuk divaksin.

Nah, artinya, petugas vaksinator pun harus lebih jeli memerhatikan. Jangan asal melaksanakan vaksinasi saja, tanpa memerhatikan dengan seksama identitas orang yang akan divaksin. Kan seharusnya bisa lebih jeli melihat foto identitas mereka, dan bandingkan dengan wajah yang ada di depan mata.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman berpendapat, sejauh ini belum ada riset berisi informasi yang cukup tentang dampak dari menerima overdosis vaksin Covid-19. "Dampak atau bahaya sejauh ini tidak ada. Adanya joki vaksin membantah anggapan-anggapan bahwa vaksin berbahaya," kata Dicky.

Dia menyebut, seseoran yang mendapatkan vaksinasi berkali-kali, sebenarnya juga tidak ada manfaat berlebih baginya. Belum ada bukti yang membuat dia jadi super kuat terhadap virus.

Justru, yang perlu digarisbawahi, orang yang menggunakan jasa joki vaksin yang perlu dicari. Jika dia sudah mengantongi sertifikat vaksin, itu bisa membuatnya bisa bergerak cukup bebas, padahal sesungguhnya dia tidak memiliki kekebalan untuk melawan virus corona. Dikhawatirkan, karena tak memiliki imunitas dalam situasi saat ini, dia bisa menjadi inang, sarang untuk virus ini bereplikasi yang menghasilkan satu varian baru yang lebih mengerikan. Nauzubillah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement