REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan vaksin untuk masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Ketua PWNU DKI, KH Syamsul Ma'arif menuturkan, vaksin untuk masyarakat Muslim sebaiknya menggunakan bahan yang tidak mengandung zat babi.
"Makanya pemerintah juga harus berhati-hati ketika memberikan vaksinasi. Pertama, bagi masyarakat yang Muslim seharusnya menggunakan vaksin yang tidak terindikasi zat yang dilarang, misalnya babi. Kalau toh vaksin itu dari kandungannya ada yang dilarang, maka sebaiknya dialokasikan untuk sahabat-sahabat kita yang non-Muslim," ujar Syamsul kepada wartawan di Jakarta, Ahad (9/1).
Menurut Syamsul, penggunaan vaksin yang mengandung materiel haram, seperti babi memang boleh digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Dia menjelaskan ada beberapa persyaratan sebelum menentukan kategori darurat.
Pertama, dapat mengancam nyawa seseorang jika tidak dilakukan. Kedua, tidak ada vaksin lain atau ada vaksin lain tetapi jumlahnya sangat tidak tercukupi, sementara kondisinya sangat membahayakan jika tidak tervaksin.
"Darurat itu artinya tidak dalam kondisi yang mendesak. Kalau tidak menggunakan vaksin yang haram itu membahayakan karena tidak ditemukan vaksin-vaksin yang lain, atau jumlah vaksin yang halal itu tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat," jelas Syamsul.
Meski begitu, Syamsul menuturkan jika sudah terdapat berbagai jenis vaksin, termasuk vaksin yang diproduksi secara halal, sudah tidak ada alasan lagi untuk menggunakan vaksin yang mengandung materiel haram.
"Tetapi kalau vaksinnya sudah berlebihan, apalagi produksi vaksin sudah dibikin sendiri oleh dalam negeri, maka sudah tidak ada alasan lagi bahwa vaksin yang terkandung materiel haram itu digunakan sekalipun dengan alasan darurat. Jadi alasan darurat itu hilang," kata syamsul.