Penelitian: Dampak Kebijakan MBKM bagi Tri Dharma Perguruan Tinggi
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Kampus UMY. | Foto: Wahyu Suryana.
REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kementerian Ristek Dikti telah melangsungkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sejak 2020. Kebijakan tersebut dihadirkan untuk melahirkan lulusan pendidikan tinggi yang tangguh untuk menghadapi perubahan.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menelisik dampak implementasi MBKM, khususnya bagi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ketua tim peneliti UMY, Eko Purwanti mengatakan, UMY sendiri sempat mendapat Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM).
UMY termasuk 110 perguruan tinggi swasta (PTS) lainnya yang mendapatkan hibah dampak melalui penelitian dan pengabdian. Amanat Kementerian Ristek Dikti diterjemahkan UMY jadi tiga proposal penelitian dan empat proposal pengabdian.
Eko dan tim mencoba menggali lebih dalam penelitian lewat implementasi kebijakan MBKM terhadap kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan jangkauan penelitian level fakultas. Selama ini, dampak MBKM cuma diarahkan kepada pelaksanaannya.
Selain pelaksanaan, dampak MBKM biasanya lebih diarahkan ke bagaimana mahasiswa melakukan itu dan bagaimana institusi merespons pelaksanaan MBKM. Masih belum ada yang terkait langsung apa dampak dari MBKM terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dilakukan survei kepada 30 pimpinan fakultas yang terdiri dari 10 dekan dan 20 wakil dekan. Hasil dari survei menunjukkan lebih dari 50 persen responden setuju kalau MBKM ini dapat meningkatkan kinerja Tri Dharma di UMY dari kalangan dosen.
"Kita olah data secara kuantitas di atas 50 persen mengatakan setuju MBKM bisa meningkatkan kinerja Tri Dharma dari dosen-dosen di lingkungan UMY," kata Eko, Ahad (10/1).
Penelitian ini diperkuat dengan data kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri pimpinan fakultas. Hasilnya, berupa persetujuan terhadap dampak positif MBKM diikuti pemaparan hambatan dan masukan berbagai pimpinan.
"Mereka setuju, tapi masih banyak hal-hal yang disiapkan. Seperti panduan harus lebih fiks, sarana dan prasarana aplikasi di pegawainya seperti apa dan apakah mahasiswa atau mahasiswi ketika ingin mengikuti MBKM bisa langsung dilayani atau tidak," kata Eko.
Sebab, lanjut Eko, jika sistem belum siap belum bisa dilayani. Dari hambatan, ia menerangkan jika hasil FGD terkait kinerja pimpinan bertambah, prosedur konversi SKS, dan kurang informasi yang diperoleh dari instansi lain yang tercakup MBKM.
MBKM membuat pimpinan kerja menjadi banyak, walau soal konversi SKS seperti apa masih perlu disiapkan lagi. Mereka juga mengimbau adanya sosialisasi ke semua pihak yang terlibat seperti dunia industri, sekolah dan masyarakat setempat.
"Karena, selama ini yang paham MBKM hanya di lingkungan kampus. Tapi, setelah kita terjunkan mahasiswa ke desa, sekolah, perusahaan, pihak mereka tidak tahu," ujar Eko.
Ia berharap, penelitian ini bisa memberikan informasi secara lebih akurat dan bisa memotret hasil dari pelaksanaan MBKM kepada suatu universitas. Khususnya, dalam level fakultas kaitannya dengan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.