Surabaya Mulai PTM 100 Persen
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (kanan) meninjau secara langsung pembelajaran tatap muka (PTM) di ruang kelas di SDN Kaliasin I, Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/9/2021). Pemkot Surabaya memulai pembelajaran tatap muka (PTM) tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. | Foto: ANTARA/Didik Suhartono
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama pimpinan dan anggota DPRD Kota Surabaya meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen yang dimulai pada Senin (10/1). PTM 100 persen di pekan pertama dibagi ke dalam dua shift yakni shift pertama 50 persen dan shift kedua 50 persen dengan menyesuaikan kondisi sekolah masing-masing.
Lokasi pertama yang dikunjungi adalah SMPN 19 Surabaya. Dari hasil tinjauannya tersebut Eri menyatakan, pelaksanaan PTM di pekan pertama sudah sesuai dengan apa yang diharapkan. Misalnya, di sekolah telah tersedia tempat cuci tangan, alat pengukur suhu hingga barcode PeduliLindungi.
“Yang kedua, ketika masuk di sekolah, ada jaraknya antar bangku, minimal 1 meter atau 100 sentimeter. Karena ada jarak, tidak cukup 100 persen. Makanya kita buat dua shift, tapi tetap 100 persen, hanya saja tidak dalam satu waktu. Jadi yang pertama jam 6.30-10.00 WIB, kedua jam 10.00-13.00 WIB,” kata Eri.
ri berharap, wali murid khususnya dari pelajar jenjang SD memberikan izin anak-anaknya mengikuti PTM. Meski dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri izin wali murid tersebut sudah tak diperlukan, namun perizinan dari wali murid dinilainya sangat penting.
“Insya Allah sambil berjalan kami dari Pemkot dan DPRD sambil evaluasi akan kita wajibkan semua masuk 100 persen, tapi tetap dengan dua shift. Kenapa dua shift? kita meyakinkan kepada wali murid bahwa persyaratan yang satu meter juga kita lakukan, jadi nggak ada tumpuk-tumpukan,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan PTM ini, kata dia, pelajar tidak diberikan waktu istirahat untuk ke luar kelas. Sehingga semua aktivitas dilakukan di dalam kelas. Bahkan, kantin dan perpustakaan untuk sementara ditutup agar memudahkan guru mengontrol para siswa dan lebih mudah melakukan evaluasi.
“Ini bentuk dari ikhtiar kita. Karena bagaimanapun pendidikan kalau lewat hybrid terus karakter jiwa yang hebat juga akan hilang, kalau online terus anak jadinya individualis,” kata dia.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Herlina Harsono Njoto mengatakan hal yang sama. Menurutnya, pelaksanaan PTM 100 persen sesuai progres yang ditentukan. Mulai dari penerapan jarak 1 meter antar siswa hingga dilakukan secara 2 shift.
“Saya berharap nanti ini akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara bertahap, juga memantau kondisi pandemi yang ada di Surabaya. Sehingga nanti ketika pandemi sudah terkontrol, bisa ditingkatkan benar-benar 100 persen PTM di sekolah,” kata Herlina.
Herlina juga berharap ada pengecualian terhadap siswa yang memang memiliki gangguan kesehatan. Menurutnya, secara mutlak siswa yang tidak dapat mengikuti PTM karena gangguan kesehatan, tidak bisa dikatakan membolos sekolah.
“Saya berharap (PTM) tetap mengutamakan faktor kesehatan, aman dan nyaman. Mengutamakan kesehatan anak-anak itu kemudian harus jadi prioritas utama,” ujarnya.