REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amirabdollahian diagendakan mengunjungi China akhir pekan ini. Dia akan membahas perjanjian kerja sama 25 tahun yang telah ditandatangani kedua negara tahun lalu.
“Menlu (Amirabdollahian) akan membahas berbagai isu, termasuk kesepakatan (kerja sama) 25 tahun,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dalam konferensi pers, Senin (10/1/2022).
Dia mengungkapkan, pada Maret 2021, Iran dan China menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif. Kedua negara ingin meningkatkan hubungan ekonomi dan politik. Beijing memang menjadi penyelamat ekonomi Iran setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018.
Setelah hengkang dari JCPOA, Washington menerapkan kembali sanksi ekonomi keras terhadap Iran. Saat ini, Iran dan AS sedang melakukan pembicaraan pemulihan JCPOA di Wina, Austria. Pembicaraan itu sudah berlangsung beberapa putaran, tapi belum membuahkan hasil yang dapat diterima para pihak.
Iran menghendaki agar ketentuan JCPOA tak berubah. Dalam konteks ini, Teheran tetap mengendalikan program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Namun AS tampaknya ingin JCPOA turut mengatur program rudal balistik dan intervensi Iran di kawasan.
Khatibzadeh mengungkapkan, Presiden Iran Ebrahim Raisi juga akan melakukan kunjungan ke Rusia. Namun dia tak memberi tahu kapan lawatan itu bakal dilaksanakan.