REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat untuk tidak membuat gaduh terkait operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Bekasi non aktif, Rahmat Effendi. KPK meminta publik tidak beropini hanya berdasarkan persepsi dan asumsi yang keliru atau sengaja dibangun.
"Ujaran kontraproduktif seperti itu hanya akan memicu kesalahpahaman publik dan membuat gaduh proses penegakkan hukum yang telah taat azas," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Senin (10/1).
Dia memastikan, penangkapan Rahmat Effendi alias bang Pepen telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dia menekankan bahwa penanganan perkara korupsi juga dilakukan tanpa pandang bulu dan tidak terkait karena latar belakang sosial politik pelakunya.
Ali melanjutkan, KPK segera mengagendakan pemeriksaan para saksi berkenaan dengan telah ditetapkannya bang Pepen sebagai tersangka dugaan korupsi. KPK berharap para saksi yang akan diperiksa bersikap kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik agar proses hukum berjalan efektif.
"Dalam proses pembuktiannya nanti, tentu Majelis Hakim yang punya kewenangan mutlak dan independen untuk memutus apakah para pihak bersalah atau tidak," kata Ali lagi.
Sebelumnya, putri Rahmat Effendi, Ade Puspitasari buka suara terkait penangkapan ayahnya oleh KPK. Pernyataan Ade lantas beredar dalam sebuah video berdurasi 1.40 menit yang tersebar di media sosial.
Ade menyebut bahwa tidak ada uang atau tindak pidana saat KPK melakukan OTT terhadap Rahmat Effendi. Dia mengatakan, tidak ada uang sepeserpun yang dibawa bersama Rahmat Effendi saat diringkus KPK.
"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksi semua. Bagaimana Pak Wali dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade seperti dikutip dalam video.
Politisi Golkar itu juga menyebut bahwa penangkapan terhadap bang Pepen merupakan pembunuhan karakter. Dia menuding OTT dilakukan guna menjegal partai tertentu jelang 2024 mendatang.
"Memang ini pembunuhan karakter, memang ini kuning sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar ini. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan oranye, matilah yang warna lain," tambahnya.
Seperti diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring OTT KPK. Dia diamankan bersama dengan 14 orang lain dalam operasi senyap tersebut.
Dalam kesempatan itu, KPK mengamankan uang Rp 5 miliar dalam bentuk tunai dan buku tabungan. KPK kemudian menetapkan sembilan sebagai tersangka korupsi, termasuk Pepen dari 14 orang yang berhasil diringkus tim satuan tugas.
KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi sebagai penerima suap.
Lembaga antirasuah itu juga menetapkan empat tersangka lain sebagai pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; satu pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi serta Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Suap diberikan sebagai bentuk ganti rugi pembebasan lahan oleh pemerintah kota Bekasi. Pepen diyakini mengintervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan
Dia juga meminta fee dari para swasta yang lahannya dibebaskan pemerintah kota Bekasi. Pepen memberi kode fee tersebut dengan sebutan sumbangan masjid.