REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tulis-menulis menjadi penyambung antargenerasi melintasi peradaban. Islam sebagai bagian dari estafet peradaban itu, kuat dan berjaya melalui aktivitas tulis-menulis.
Geliat penulisan dan penerjemahan buku-buku yang bersumber dari Barat begitu masif pada masa keemasan Islam selama Dinasti Abbasiyyah (750-1258 M) berkuasa.
Pada abad ke-10, Baghdad memiliki sekitar 300 sekolah. Dua yang paling terkenal adalah Bait al-Hikmah di Baghdad (820 M) dan Dar al-Ilm di Kairo (998 M). Islam tumbuh sebagai pusat peradaban dunia hingga pecahnya Perang Salib.
Cukup banyak cendekiawan Muslim yang muncul di masanya. Mereka masing-masing menghasilkan ratusan karya.
Ulama asal Kanada, Syekh Ahmad Kutty, sebagaimana dilansir askthescholar.com menyebutkan tujuh tokoh yang dikenal mempunyai banyak karya tulis yaitu pertama, Ibnu Qutaibah Dinawari (276 H) adalah seorang polimatik yang memiliki sekitar 300 karya.
Kedua, Muhammad bin Jarir Ath Thabari, ( 310 H) penulis dua karya ensiklopedi, tafsir Alquran, sejarah dunia. Kedua karya ini sendiri sangat banyak. Dia juga menulis sejumlah karya lainnya. Dia dikatakan telah menghabiskan empat puluh tahun untuk menulis empat puluh halaman setiap hari.
Ketiga, Ibnu Hazm (456 H) dikenal dengan 400 karya. Karyanya yang komprehensif tentang yurisprudensi perbandingan mencakup banyak volume, sayangnya banyak dari karya beliau yang punah.
Keempat, Abul Wafa Ibn Aqil (513 H) adalah ulama lain yang menulis 400 karya. Salah satu karyanya, Kitab al-Funun. Karya ini digambarkan tak tertandingi sebab merupakan pekerjaan besar yang mencakup delapan ratus volume, sayangnya, pekerjaan itu hilang kecuali beberapa volume.
Kelima, Ibnu Al Jauzi (597 H) adalah ulama yang karyanya diperkirakan sekitar 300 buah. Keenam, Ibnu Taimiyah (728 H). Menurut Imam Adz Dzahabi, dia menulis sekitar 500 karya.
Ketujuh, Jalaluddin As Suyuthi (911 H) adalah polimatik yang banyak menulis, beberapa memperkirakan jumlahnya 600 karya.
Sumber: askthescholar