REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus ujaran kebencian, Ferdinand Hutahaean terancam pidana 10 tahun penjara. Ancaman tersebut jika melihat dari sangkaan kepolisian yang dipakai menjerat pesohor politik media sosial (medsos) itu.
Kepala Biro Penerangan dan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, penyidik Dirtipid Siber Bareskrim Polri menebalkan sangkaan ujaran kebencian dan penyebaran kabar bohong yang membuat keonaran, serta permusuhan terhadap individu atau antargolongan. Yaitu Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
“Ancamannya 10 tahun penjara,” kata Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (10/1/2022). Penjeratan sangkaan itu pula yang membuat penyidik punya alasan objektif dalam melakukan penahanan terhadap Ferdinand Hutahaean.
“Alasan objektif penahanan dilakukan karena ancaman pidana terhadap saudara tersangka FH ini di atas 5 tahun,” terang Ramadhan.
Adapun alasan subjektifnya, penyidik mempertimbangkan banyak hal yang dikhawatirkan. Kata Ramadhan, tersangka Ferdinand, punya peluang untuk melarikan diri dan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dugaan kejahatan.
Penyidik juga khawatir Ferdinand melakukan perbuatan serupa di luaran. “Itu alasan subjektif penyidik melakukan penahanan,” ujar Ramadhan.
Dirtipid Siber Bareskrim Polri menetapkan Ferdinand Hutahaean sebagai tersangka pada Senin malam usai diperiksa lebih dari 13 jam. Kepolisian pun langsung melakukan penahanan terhadapnya.
Ramadhan mengatakan, Ferdinand dijebloskan ke sel selama 20 hari di Rumah Tahanan Mabes Polri. Kasus yang menjerat Ferdinand Hutahaean ini terkait dengan cuitan pengguna akun twitter @FerdinandHaen3 yang mencuitkan kalimat, ‘… Allahmu lemah harus dibela, Allahku luar biasa tak perlu dibela.’