REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kreditur maskapai Garuda Indonesia mengajukan klaim penagihan utang hingga sekitar 13,8 miliar dolar AS atau setara Rp 198 triliun (kurs Rp 14.347 per dolar AS). Mengenai hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra belum bisa berkomentar banyak mengenai strategi yang akan ditawarkan kepada kreditur untuk penundaan pembayaran utang.
"Kami masih menggu dulu dari pengurus (tim pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)," kata Irfan kepada Republika.co.id, Selasa (11/1/2022).
Di sisi lain, saat ini Garuda Indonesia juga tengah mengusulkan masa perpanjangan jatuh tempo kepada para pemegang sukuk senilai 500 juta dolar AS atau setara Rp 7,15 triliun. Irfan menjelaskan, penawaran yang disampaikan kepada para pemegang sukuk masih dalam tahapan diskusi termasuk juga opsi mengenai restrukturisasi pembayaran sukuk yang akan diselaraskan dengan mekanisme PKPU.
Sama halnya dengan penawaran terhadap lessor, Irfan mengatakan terhadap utang sukuk juga menyampaikan opsi 19 persen recovery rate yang disertai dengan penawaran perpanjangan waktu pembayaran. "Kami tentunya terus membuka ruang diskusi bersama pemegang sukuk guna memperoleh kesepakatan terbaik antar kedua belah pihak yang lebih lanjut akan menjadi kesepatan perdamaian dalam proses PKPU," ungkap Irfan.
Sebelumnya, berdasarkan pernyataan dari tim PKPU Garuda Indonesia yakni Martin Patrick Nagel dan Jandri Siadari kepada Bloomberg, Senin (10/1/2022), sebanyak lebih dari 470 kreditur pada akhir batas waktu 5 Januari 2022 yang mengajukan klaim. Untuk selanjutnya, tim PKPU akan memverifikasi klaim sementara.
Setelah tahapan verifikasi selesai, tim PKPU akan memutuskan pada 19 Januari 2022. Hal tersebut terkait nominal atau jumlah yang valid dan dapat dimasukkan dalam proses restrukturisasi.