Selasa 11 Jan 2022 19:29 WIB

P2G Temukan Ada Sekolah yang Buka Kantin Diam-Diam

Kerumunan saat pengecekan suhu siswa juga jadi salah satu pelanggaran PTM.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah pelajar memberi salam kepada guru usai mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di SDN 065 Cihampelas, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Senin (10/1).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah pelajar memberi salam kepada guru usai mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di SDN 065 Cihampelas, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Senin (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menunjukkan masih banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi dalam penerapan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Bahkan, ditemukan adanya sekolah di Jakarta maupun daerah lainnya yang secara diam-diam membuka kantin.

"Kami dapat laporan, dari Jakarta maupun luar daerah, ada sekolah diam-diam kantinnya buka, padahal dilarang, jarak siswa tidak satu meter, dan ventilasi udara di kelas tidak ada," ungkap Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, kepada Republika, Selasa (11/1).

Baca Juga

Menurut Iman, salah satu alasan sekolah diam-diam membuka kantin adalah tidak semua siswa membawa bekal makan dari rumah. Sebab, kata dia, orang tua mereka bekerja dan tidak memiliki asisten rumah tangga. Melihat itu, kata dia, sekolah menjadi dilematis sehingga berinisiatif membuka kantin.

"Ada SD di Banyuwangi mengadakan upacara bendera, dan beberapa anak pingsan. Kebanyakan karena sudah lama tidak upacara dan tidak sempat sarapan. Upacara Bendera memang tidak dilarang, tapi potensi kerumunannya tinggi," tambah Iman.

Iman menjelaskan, berdasarkan laporan P2G Daerah, pelanggaran protokol kesehatan masih kerap terjadi di sekolah yang menerapkan PTM 100 persen. Temuan pelanggaran protokol kesehatan itu terjadi di Jakarta, Pandeglang, Cilegon, Kabupaten Bogor, Bengkulu, Kabupaten Agam, Solok Selatan, Situbondo, Bima.

"Intinya terjadi di semua daerah yang sudah PTM 100 persen," jelas Iman.

P2G juga masih menemukan banyak siswa yang berkerumun saat pengecekan suhu setiba di sekolah. Dia menilai, itu terjadi karena sekolah tidak memiliki thermogun memadai. Atas dasar itu, kata Iman, pihaknya berharap agar sekolah memperbanyak thermogun yang dipasang secara terpisah satu sama lain.

Iman kemudian menerangkan, salah satu SMP di Kepulauan Riau mengalami kesulitan dalam melakukan pemindaian barcode Peduli Lindungi saat hendak masuk sekolah. Karena menghindari kerumunan, kata dia, akhirnya beberapa anak masuk sekolah tanpa melakukan pemindaian.

"Selain itu, untuk kebutuhan scan barcode anak-anak membawa HP. Ternyata mereka main Tiktok di dalam kelas tanpa menggunakan masker. Nah, hal-hal semacam ini perlu dievaluasi. Itulah di antara alasan P2G meminta PTM 100 persen dilakukan secara bertahap," terang Iman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement