REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta para donor mengumpulkan 4,4 miliar dolar (sekitar Rp 62,9 triliun) bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan selama 2022 guna memastikan masa depan negara itu. Afghanistan mengalami periode kekacauan yang ditandai dengan perebutan kekuasaan oleh Taliban dan hengkangnya pasukan Barat pimpinan AS.
PBB mengatakan bantuan senilai hampir seperempat dari produk domestik bruto Afghanistan itu adalah yang terbesar yang pernah diupayakan untuk satu negara. Pengupayaan bantuan itu juga setara tiga kali lipat dari bantuan yang diterima Afghanistan pada 2021 ketika pemerintah yang didukung AS runtuh.
"Ini adalah langkah sementara untuk mengatasi masalah yang sangat penting, yang kami tunjukkan di hadapan komunitas internasional hari ini," kata Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths kepada wartawan di Jenewa, Selasa (11/1/2022).
"Tanpa pendanaan ini tidak akan ada masa depan (di Afghanistan). Kita perlu ini dilakukan karena jika tidak, akan ada arus migrasi, akan ada penderitaan," tutur Griffiths menambahkan.
Penarikan tiba-tiba bantuan asing setelah kemenangan Taliban pada Agustus tahun lalu membuat ekonomi Afghanistan yang rapuh berada di ambang kehancuran ketika harga pangan meroket dan menyebabkan kelaparan yang meluas. Sanksi Barat yang ditujukan kepada Taliban juga menghambat masuknya kebutuhan dasar berupa makanan dan obat-obatan, meskipun sanksi itu mereda setelah Dewan Keamanan PBB dan Washington mengesahkan pengecualian pada Desember lalu.
Griffiths, yang telah bertemu dengan para pejabat Taliban, mengatakan rencana kemanusiaan itu telah dinilai dengan hati-hati sehingga bantuan akan langsung diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan dan bukan kepada pihak berwenang. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi menyebut peningkatan keamanan memberikan peluang untuk menarik jutaan orang yang terlantar akibat konflik panjang di Afghanistan.
Ia mengatakan sejak Taliban merebut kekuasaan, sebanyak 170 ribu orang telah kembali. "Konflik antara Taliban dan pemerintah sebelumnya telah berakhir dan itu telah membuka ruang keamanan yang menurut saya perlu kita manfaatkan. Akan tetapi untuk melakukannya, kita membutuhkan sumber daya yang merupakan bagian dari seruan ini," ujar Grandi.