REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Pada 12 Januari 2010 sekitar pukul 16.00, Haiti diguncang gempa besar berkekuatan 7,0 Skala Richter (SR) yang menewaskan ratusan ribu jiwa. Pusat gempa berjarak 16 mil dari ibu kota Port-au-Prince tetapi getarannya terasa hingga Kuba dan Venezuela.
Seperti dilansir laman History, Rabu (12/1/2022), Pulau Hispaniola, pulau tempat Haiti dan Republik Dominika berada, sebagian besarnya terletak di antara dua lempeng tektonik besar Amerika Utara dan Karibia. Sementara ibu kota Haiti Port-au-Prince dilintasi oleh garis patahan itu.
Terlepas dari pengetahuan dan peringatan dari seismolog bahwa gempa bumi lain mungkin terjadi dalam waktu dekat, kemiskinan di negara itu menyebabkan infrastruktur dan layanan darurat tidak siap untuk menangani dampak bencana alam. Haiti adalah negara termiskin di Belahan Barat, sebagian besar karena sejarah kolonisasi, pendudukan, dan eksploitasi oleh Spanyol, Prancis, dan Amerika Serikat.
Haiti juga memiliki sejarah aktivitas seismik. Di antaranya gempa bumi dahsyat tercatat di sana pada 1751, 1770, 1842 dan 1946.
Gempa 2010 disusul delapan gempa pada hari yang sama, dan setidaknya 52 terjadi selama dua pekan berikutnya. Gempa bumi Haiti kemudian menjadi 'bencana' yang mencekik hampir pada seluruh bidang negara itu.
Semua rumah sakit di ibu kota, serta tiga fasilitas yang dijalankan oleh Doctors Without Borders, mengalami kerusakan serius. Bandara Port-au-Prince dan pelabuhannya juga tidak dapat dioperasikan karena hancur.
Layanan telekomunikasi sangat terpengaruh, jalan-jalan utama tidak dapat dilalui, dan hampir 300 ribu bangunan yang sebagian besar adalah tempat tinggal, rusak berat dan tidak dapat diperbaiki. Gedung Majelis Nasional dan Katedral Port-au-Prince juga hancur.
Korban jiwa akibat gempa tetap tak terhitung jumlahnya. Beberapa perkiraan menyebutkan jumlah kematian sekitar 40-50 ribu jiwa, sementara pemerintah Haiti memperkirakan bahwa lebih dari 316 ribu orang meninggal dunia karena gempa.
Sementara itu, hampir satu juta orang mengungsi. Berita dan foto-foto terkait gempa Haiti, termasuk foto Istana Nasional yang rusak berat dengan cepat mengaktifkan respons kemanusiaan besar-besaran dari seluruh dunia. Republik Dominika dan Palang Merah Dominika segera menanggapi dengan pasokan darurat dan pengangkutan udara ke rumah sakit Dominika.
Bangsa-bangsa dari setiap benua menyumbangkan uang, persediaan, dan tenaga kerja. Bandara Port-au-Prince beroperasi sepanjang waktu tetapi tidak dapat menampung semua kedatangan. Angkatan udara asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris Raya, menerbangkan orang-orang yang selamat ke kapal-kapal rumah sakit di lepas pantai, dan beberapa perbekalan dijatuhkan ke pulau itu dengan parasut.
Penggalangan dana "Hope for Haiti" pada 22 Januari memecahkan rekor dengan mengumpulkan 58 juta dolar AS dalam satu hari. Meskipun tanggapan kemanusiaan segera datang dan begitu massif, infrastruktur Haiti yang lumpuh membuat pengiriman bantuan menjadi sulit.
Baca: Australia tak Mau Lockdown, Memilih Lewati Wabah Covid-19 Omicron
Baca: Menlu Israel Positif Covid-19 Saat Negaranya Bersiap Hadapi Omicron dengan Dosis 4 Vaksin
Situasi di negara itu masih tergolong darurat enam bulan pascagempa. Satu juta orang masih tinggal di tenda-tenda, dan wabah kolera yang dimulai pada Oktober 2010 merenggut lebih dari 3.300 nyawa.
Baca: Arab Saudi Krisis Rudal Gara-Gara Beli Sistem Pertahanan Buatan AS