REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sepakat bekerja sama dalam upaya pencegahan aksi terorisme serta program deradikalisasi. Kedua belah pihak, menyoroti potensi paham terorisme di tengah arus informasi di era digital yang bisa diakses oleh masyarakat luas.
Menurut Ridwan Kamil, Jawa Barat dengan penduduk 50 juta seringkali menjadi objek ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Kolaborasi program dengan BNPT dianggap krusial dan akan menjadi permodelan untuk daerah lain.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menurut Ridwan Kamil, memiliki beragam program pencegahan terorisme. Salah satunya, berupa kemah kebangsaan yang menyasar anak muda untuk berkumpul mendiskusikan semangat kepancasilaan. “Saya sudah melantik duta pancasila dan duta bela negara. ada program ajengan masuk sekolah untuk memberikan narasi counter terhadap potensi ceramah, narasi yang menggeser kepancasilaan ke arah radikalisasi," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil usai pertemuan dengan Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar di Gedung Sate, Rabu (12/1).
Emil mengatakan, Pemprov Jabar punya sekoper cinta dan sekolah ibu-ibu yang salah satu kurikulum deteksi radikalisme."Supaya ga kejadian ada tetangga yang merakit bom, tetangga lain tidak hapal dan tidak peduli," katanya.
Boy mengatakan, dalam pembahasan bersama Pemprov Jabar menemukan visi misi bahwa tidak ingin ada ideologi yang berbasis kekerasan yang memapar kepada masyarakat.“Tentunya perlu kolaborasi ikhtiar bersama agar segala potensi berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara bisa kita eliminasi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendiskusikan dan membahas rencana program berkaitan dengan kontra radikalisasi, deradikalisasi. Karena salah satu lokasi kawasan terpadu nusantara yang disusun itu ada di Jabar. Tepatnya, di Garut.
“Kita ingin mengembangkan narasi dalam rangka konctra propaganda jaringan teroris dengan narasi yang menyampaikan pesan keindonesiaan. Kita tidak ingin generasi muda kita yang bebas mengakses informasi di media sosial pada akhirnya memilih narasi yang jauh dari nilai luhur bangsa kita. Nanti ada koordinasi lanjutan, implementasi dari kerjasama kita,” paparnya.