REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta para pihak terkait untuk mempertimbangkan kembali kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Terlebih jika melihat tengah meningkatnya kasus Omicron di Indonesia beberapa waktu terakhir.
"KPAI mendorong Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali menggelar PTM 100 persen," ungkap Komisioner KPAI, Retno Listyarti, lewat pesan singkat, Rabu (12/1).
Retno menjelaskan, beberapa waktu lalu dirinya melakukan pengawasan PTM 100 persen di tiga sekolah dasar (SD) dan satu sekolah menengah pertama (SMP) di DKI Jakarta. Ketika berkeliling dari satu kelas ke kelas lainnya, dia melihat para peserta didik sulit untuk menjaga jarak antara satu sama lain.
"Ukuran ruangan kelas yang kecil dengan peserta didik antara 32-40 orang membuat jaga jarak yang ideal antara satu siswa dengan siswa lainnya di masa pandemi menjadi sulit dilakukan. Padahal lamanya jam belajar ditambah, yang semula hanya 4 jam per hari menjadi 6 jam per hari," kata dia.
Dia melihat standar operasional prosedur (SOP) kedatangan siswa sebenarnya sudah disiapkan dan dilaksanakan dengan baik, mulai dari pengecekan barcode Peduli Lindungi, pengukuran suhu badan, cuci tangan, memakai masker dan pengaturan menuju kelas. Antrean cuci tangan juga diatur agar tidak terjadi penumpukan."Namun, begitu memasuki kelas, maka ketentuan untuk jaga jarak satu meter sulit diterapkan," ungkap Retno.
Lalu, dia juga melihat, SOP kepulangan siswa telah disiapkan dengan baik untuk mengantisipasi terjadinya kerumunan. Salah satunya dengan membuat kepulangan setiap kelas memiliki jeda waktunya untuk menghindari penumpukan. Tapi, lagi-lagi dalam praktiknya penumpukan masih terjadi karena para orangtua siswa terlambat menjemput anak-anaknya. "Sekolah sudah berusaha maksimal, namun para orang tua yang terlambat menjemput menjadi kendala dalam menghindari penumpukan," ujar Retno.
Di samping itu, baru-baru ini kasus positif Covid-19 dengan varian omicron teridentifikasi pada seorang siswa SMAN 71 Duren Sawit, Jakarta Timur. Kegiatan PTM 100 persen langsung dihentikan di SMAN 71. Penyemprotan disinfektan di sekolah juga sudah dilakukan.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur Linda Siregar dalam tinjauannya mengatakan, saat ini pihak sekolah telah menghentikan sementara PTM 100 persen. "Kami dapat informasi pada Jumat 7 Januari bahwa anak itu terkonfirmasi positif. Setelah mendengar informasi tersebut, SMAN 71 menghentikan PTM pada 10 Januari," kata Linda Siregar, Rabu (12/1/2022).
Linda menambahkan bahwa pihak sekolah juga telah melakukan penelusuran riwayat kontak siswa yang terpapar varian omicron tersebut dan melakukan tes usap PCR. "Sekolah langsung melaksanakan tracing untuk seluruh siswa yang satu kelas dengan anak tersebut bersama wali kelas dan guru yang mengajar pada hari tersebut," ujar Linda.
Berdasarkan hasil tes usap PCR dari 30 orang di lingkungan sekolah tersebut diketahui hasilnya negatif. Saat ini siswa yang terpapar varian omicron itu sedang menjalani isolasi mandiri di rumah bersama sang ibu yang juga terkonfirmasi positif omicron.
Linda mengatakan, saat ini para siswa kembali menjalani kegiatan belajar secara daring. Rencananya kegiatan PTM 100 persen di SMAN 71 kembali dibuka pada 17 Januari 2022. "Jadi, sekolah akan kembali beraktivitas pada 17 Januari," ujar Linda.
Berdasarkan data hingga Rabu (12/1) pagi, jumlah kasus positif varian omicron di Indonesia kini bertambah menjadi 506 orang. Sebanyak 415 di antaranya adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang punya riwayat melakukan perjalanan ke luar negeri. Jumlah penderita infeksi omicron yang merupakan transmisi lokal adalah 84 orang.