REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad menanggapi terkait tersangka Herry Wirawan yang mendapatkan hukuman mati dan kebiri kimia karena kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati. Menurutnya, jika korban lebih dari satu orang dan mengalami trauma, gangguan alat reproduksi atau gangguan jiwa, maka pelaku dapat dihukum mati. Hal ini berdasarkan Pasal 81 ayat 5 Undang-undang Perlindungan Anak.
"Hal ini semata-mata untuk memberikan efek jera tidak hanya untuk yang bersangkutan, tapi juga untuk orang lain yang ingin melakukan tindakan serupa sehingga kedepannya tidak ada lagi predator seksual yang melancarkan aksinya," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (12/1).
Dia menjelaskan proses hukuman mati yang berlaku di Indonesia. Terdapat beberapa tata cara sebelum menembak mati seorang pidana. Pertama, diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum ke tempat pelaksaan pidana mati.
Kedua, pidana didampingi oleh rohaniawan ke tempat eksekusi. Ketiga, dua jam sebelum pidana mati. Regu penembak sudah siap dengan 12 puncuk senjata api laras. Senjata itu ditaruh dengan jarak lima sampai 10 meter di depan terpidana yang akan ditembak.
Keempat, akan dilakukan pemeriksaan terhadap terpidana. Terakhir, regu penembak akan membidik pada jantung terpidana. Apabila, setelah penembakan tersebut pidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dirinya masih hidup, maka komandan regu segera memerintahkan kepada bintara regu penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya tepat di atas telinganya.
Sebelumnya diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan dihukum mati dan kebiri kimia. Tuntutan itu dibacakan saat persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1).
"Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung.
Selanjutnya, pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk mengumumkan identitas terdakwa dan disebarkan kepada masyarakat. Selain itu, hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas melalui pengumuman hakim dan hukuman tambahan tindakan kebiri kimia," katanya.