REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus varian baru Covid-19 yakni Omicron terus meningkat di dunia dan Indonesia.
Mantan Direktur organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menyebutkan, setidaknya ada tujuh hal upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air, termasuk Omicron.
"Pertama, transmisi lokal yang sekarang sudah terjadi harus dicari darimana sumber mereka tertular. Jadi bukan hanya mereka menularkan kemana," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (12/1/22).
Dia menambahkan, kalau tahu sumber awalnya maka bisa dicek kemana saja si sumber awal itu sudah menularkan kemudian setelah diketahui semuanya biaa diisolasi.
Kedua, karena banyak kasus yang tanpa gejala (OTG) dan hanya ditemukan waltu tes, maka ia meminta jumlah tes di populasi harus lebih ditingkatkan. Tujuannya kalau ada OTG ditemukan dan diisolasi supaya tidak menularkan ke sekitarnya.
Upaya ketiga, dia melanjutkan, adalah pengawasan dari luar negeri juga harus terus ketat. Ini juga termasuk melalui mekanisme International Health Regulation (IHR) disampaikan informasi ke negara asal varian Omicron agar negara tersebut juga dilakukan pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) dari kemungkinan sumber penular di negara itu.
Apalagi kalau ada pekerja migran Indonesia (PMI), dia meminta dicek di sana apakah sudah ada penularan diantara mereka.
Upaya keempat, karena masih ada 43 persen populasi dan 56 persen lanjut usia (lansia) belum divaksin memadai dosis lengkap sebanyak dua kali maka angka ini harus segera dikejar untuk divaksin semaksimal mungkin.
Dia juga mengakui pemberian penguat (booster) tentu baik dan segera dimanfaatkan oleh yang sudah mendapatkan kesempatan ini.
"Tetapi secara makro maka pemberian booster jangan sampai mengorbankan upaya pemberian vaksin yang dua kali yang mutlak amat diperlukan," katanya.
Kelima, dia melanjutkan, kesiapan pelayanan kesehatan dari primer, sekunder dan tertier harus terus ditingkatkan. Kemudian upaya keenam adalah upaya komunikasi risiko yang intensif agar protokol kesehatan dapat dilakukan lebih baik lagi, ini bukan lagi "new normal" tapi sudah menjadi "now normal".
Upaya ketujuh atau terakhir adalah data harus selalu diperbarui dengan surveilans yang ketat. "Sehingga, dinamika pengambilan keputusan publik dapat berdasar data real time, tepat, dan cepat," ujarnya.