REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU — Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu mengabulkan 638 pengajuan dispensasi kawin. Menurut Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu Agus Gunawan, jumlah dispensasi kawin pada 2021 itu lebih sedikit ketimbang tahun sebelumnya.
Pada 2020, disebut ada 755 dispensasi kawin. Meski pada 2021 jumlahnya lebih sedikit, Agus menilai, angkanya masih terbilang tinggi. “Angka ini ya tinggi sekali,” ujar dia, Selasa (11/1/2022).
Agus mengatakan, tingginya pengajuan dispensasi kawin di Kabupaten Indramayu mulai terjadi sejak 2019. Hal itu menyusul disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di mana ada perubahan batas umur untuk melangsungkan perkawinan, yaitu menjadi 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Adapun sebelumnya batas usia yang diizinkan untuk perempuan adalah 16 tahun. Di bawah ketentuan umur itu, bisa mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan. “Yang (mengajukan dispensasi kawin) paling muda 14 tahun,” kata Agus.
Menurut Agus, hampir 90 persen pengajuan dispensasi kawin itu dilatarbelakangi pergaulan bebas. Ia menilai, persoalan itu bukan hanya terkait anak, tapi juga keluarga dan lingkungan, serta gaya hidup. Menurut dia, menjadi dilema bagi hakim untuk memberikan dispensasi kawin ini, terlebih bagi anak yang sudah hamil di luar pernikahan. Jika tidak dikabulkan, kata dia, bayi yang dilahirkan nanti bisa menjadi korbannya juga. “Nanti secara administrasi sulit memperoleh akta kelahirannya,” ujar dia.
Agus mengatakan, pengadilan selama ini pernah menolak pengajuan dispensasi kawin. Alasannya, antara lain tidak dalam kondisi mendesak, seperti tidak dalam kondisi hamil, serta masih ada yang mau menahan diri untuk menikah, dengan menunggu hingga usia 19 tahun ke atas. “Tapi, yang ditolak ini jumlahnya minim,” kata Agus.
Perkara Perceraian
Di sisi lain, Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu memutus 8.002 perkara perceraian sepanjang 2021. Sebanyak 5.865 di antaranya merupakan cerai gugat atau yang diajukan pihak istri. Sedangkan pada 2020 dilaporkan ada 7.781 perkara perceraian yang diputus pengadilan, dan 5.584 perkara di antaranya merupakan cerai gugat.
Menurut Agus, pasangan suami-istri yang mengajukan perkara perceraian ini sekitar 50 persennya masih berusia antara 24-30 tahun. Adapun usia pernikahan disebut masih ada yang kurang dari lima tahun. “Faktor utamanya ekonomi,” kata dia.
Sebagai salah satu upaya dalam mencegah terjadinya perceraian, Agus mengatakan, dilakukan edukasi pranikah, yang diadakan Kantor Urusan Agama (KUA). Namun, ia menilai, upaya tersebut terbilang kurang efektif karena hanya diselenggarakan sekali sebelum pernikahan. “Upaya pencegahan perceraian yang sesungguhnya ada di keluarga dan di tengah masyarakat. Itu edukasi yang paling mendalam,” ujar Agus.