REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Dokter spesialis Andrologi Indonesia (Persandi) Wimpie Pangkahila menjelaskan hukuman kebiri kimia yang kini masih hangat diperbincangkan usai maraknya pelecehan seksual. Kebiri kimia diberikan untuk menekan hormon testosteron.
"Kebiri kimia adalah tindakan pemberian obat (berupa) suntikan yang bertujuan untuk menekan hormon testosteron. Tujuannya agar fungsi seksual terhambat, mulai dari napsu seks sampai ke ereksi," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (12/1).
Akibatnya, dia menambahkan, terhukum kebiri kimia usai disuntik kemudian tidak memiliki gairah seks dan tidak mampu ereksi. Kendati demikian, dia mengingatkan, hasil ini tidak bisa dicapai hanya dengan satu kali suntikan.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) ini menambahkan, pemberian suntikan kebiri kimia harus dilakukan oleh tenaga kesehatan (nakes).
Terkait efek samping usai disuntik, Wimpie mengatakan, semuanya tergantung pada obat apa yang dipakai. Yang pasti, dia melanjutkan, suntikan berdampak pada organ tubuh lainnya seperti bertambah gemuk, tulang keropos, hingga kurang darah.
"Kalau dihentikan suntikannya dan diobati agar kembali kondisinya, mungkin bisa kembali (seperti semula). Tergantung apakah sudah parah atau tidak akibat suntikan itu," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan dihukum mati dan kebiri kimia. Tuntutan itu dibacakan saat persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
"Dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung.