Rabu 12 Jan 2022 22:40 WIB

AS Kirim Bantuan Kemanusiaan untuk Afghanistan

AS mengirim bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan senilai lebih dari 300 juta dolar

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Bayi tidur di sebelah ibu mereka saat mereka menjalani perawatan di bangsal gizi buruk Rumah Sakit Anak Nasional Ataturk di Kabul, Afghanistan, Kamis, 2 Desember 2021. AS mengirim bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan senilai lebih dari 300 juta dolar.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Bayi tidur di sebelah ibu mereka saat mereka menjalani perawatan di bangsal gizi buruk Rumah Sakit Anak Nasional Ataturk di Kabul, Afghanistan, Kamis, 2 Desember 2021. AS mengirim bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan senilai lebih dari 300 juta dolar.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengirim bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan pada Selasa (11/1/2022) senilai lebih dari 300 juta dolar AS. Gedung Putih memastikan bantuan tersebut akan langsung disalurkan kepada rakyat Afghanistan tanpa melalui kepemimpinan Taliban.

"Bantuan ini untuk memberikan perlindungan dan tempat berlindung yang menyelamatkan jiwa, perawatan kesehatan penting, serta bantuan musim dingin," kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional, Emily Horne dilansir Al Arabiya, Rabu (12/1/2022).

Baca Juga

Amerika Serikat juga akan memberikan satu juta vaksin Covid-19 tambahan ke Afghanistan sehingga jumlah total vaksin menjadi 4,3 juta dosis. “Amerika Serikat berkomitmen untuk mendukung rakyat Afghanistan dan kami terus mempertimbangkan semua opsi yang tersedia. Kami mendukung rakyat Afghanistan,” kata Horne.

Pada Desember 2021, Pemerintah AS memperluas otorisasi untuk memastikan distribusi bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. Melalui perluasan otorisasi itu maka kelompok bantuan internasional, PBB, maupun lembaga pemerintah Amerika dapat memberikan bantuan kemanusiaan ke Afganistan tanpa melanggar sanksi terhadap Taliban.

Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS merilis tiga lisensi atau izin untuk pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. Lisensi ini memungkinkan pejabat pemerintah AS dan badan-badan internasional, termasuk PBB, melakukan "transaksi resmi" dengan Taliban dan Jaringan Haqqani. Lisensi atau izin tersebut juga memberi wewenang kepada LSM untuk menangani dua kelompok Afghanistan yang masuk daftar hitam AS dalam kegiatan yang melibatkan proyek-proyek kemanusiaan.

Langkah AS itu dilakukan saat Afghanistan menghadapi krisis ekonomi sejak Taliban menguasai negara itu pada Agustus lalu. Krisis telah menyebabkan hampir 23 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut. Wakil Menteri Keuangan Wally Adeyemo mengatakan AS berkomitmen untuk mendukung warga Afghanistan di tengah krisis kemanusiaan yang terjadi di negara itu.

"Kami telah memberikan otorisasi luas yang memastikan LSM, organisasi internasional, dan pemerintah AS dapat terus memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan," kata Adeyemo dilansir Aljazirah.

Afghanistan telah lama bergantung pada bantuan asing. Sebagian besar aset negara tersebut dibekukan sejak Taliban kembali berkuasa. Krisis kemanusiaan telah diperburuk oleh lonjakan kasus Covid-19 di tengah varian Omicron yang menyebar cepat.

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. Resolusi tersebut mengizinkan pembayaran dana, aset keuangan atau sumber ekonomi lainnya, termasuk penyediaan barang dan jasa yang diperlukan untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menyuarakan dukungan untuk tindakan PBB dan otorisasi Departemen Keuangan. “Sanksi PBB adalah alat penting untuk menanggapi ancaman dan pelanggaran hak asasi manusia. Akan tetapi kita harus memastikan sanksi ini tidak menghalangi pengiriman bantuan yang sangat dibutuhkan kepada rakyat Afghanistan,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Taliban merebut Kabul dari pemerintahan mantan Presiden Ashraf Ghani yang didukung AS. Pengambilalihan dilakukan di tengah penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan setelah perang 20 tahun.

Sejak itu, komunitas internasional dengan cepat bergerak untuk membekukan aset pemerintah Afghanistan. Dengan demikian, Taliban tidak dapat mengakses ke dana tersebut. Washington membekukan hampir 9,5 miliar dolar AS aset Afghanistan pada Agustus.

Selain itu, banyak kelompok bantuan dan investor meninggalkan Afghanistan setelah Taliban kembali berkuasa. Gejolak itu mendorong krisis ekonomi dan krisis keuangan di negara tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement