Rabu 12 Jan 2022 22:42 WIB

Filipina Larang Warga Belum Divaksin Naik Kendaraan Umum

Kebijakan "tidak ada vaksinasi, tidak ada kendaraan" mencakup semua transportasi umum

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Pemerintah Filipina telah melarang penduduk ibu kota Manila dan distrik sekitarnya yang tidak divaksinasi mengakses transportasi umum.
Foto: www.pixabay.com
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Pemerintah Filipina telah melarang penduduk ibu kota Manila dan distrik sekitarnya yang tidak divaksinasi mengakses transportasi umum.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Filipina telah melarang penduduk ibu kota Manila dan distrik sekitarnya yang tidak divaksinasi mengakses transportasi umum. Kebijakan ini diberlakukan di tengah lonjakan baru kasus Covid-19, yang disumbang oleh varian omicron.

Dalam perintah yang diterbitkan pada Rabu (12/1/2022), Menteri Transportasi Arthur Tugade, mengatakan, kebijakan "tidak ada vaksinasi, tidak ada kendaraan" mencakup semua transportasi umum domestik di Metro Manila. Operator angkutan umum, termasuk transportasi darat, udara dan laut, harus mengeluarkan tiket hanya untuk orang yang divaksinasi lengkap.

 

Selain itu, penumpang harus menunjukkan bukti identitas dan status vaksinasi mereka. Perintah itu menambahkan bahwa, orang dianggap divaksinasi lengkap dua minggu setelah menerima dosis kedua, atau dua minggu setelah mendapatkan vaksin dosis tunggal.

 

Sebelumnya, walikota Metro Manila sepakat untuk membatasi mobilitas orang yang tidak divaksinasi di ibu kota. Termasuk larangan masuk ke pusat perbelanjaan dan fasilitas lainnya, meskipun beberapa ahli hukum mempertanyakan konstitusionalitas pembatasan tersebut.

 

Perintah baru Departemen Transportasi mengatakan, setiap pelanggaran akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap ketentuan keselamatan dan kesehatan umum yang diberlakukan di Filipina sejak pandemi. Ada beberapa pengecualian dalam larangan tersebut, yaitu orang dengan kondisi medis yang tidak dapat divaksinasi dan individu yang ditugaskan oleh rumah tangga mereka untuk membeli barang-barang penting di luar tempat tinggal mereka.

 

Aturan itu mendapat pertentangan keras.  Dalam sebuah pernyataan, seorang pemimpin oposisi dan kelompok hak asasi, Renato Reyes menyebut, aturan tersebut sangat ilegal dan tidak masuk akal.

 

 “Setengah dari populasi tidak akan diizinkan untuk pindah sekarang?  Bagaimana dengan orang-orang yang pergi ke tempat vaksinasi mereka?  Mereka harus berjalan kaki?,” ujar Reyes, dilansir Aljazirah.

 

Kelompok advokasi transportasi AltMobility PH mempertanyakan aturan tersebut. Mereka mengatakan, aturan itu diskriminatif.

 

 “Anda mendiskriminasi pergerakan orang yang menggunakan transportasi umum. Bagaimana dengan mereka yang menggunakan kendaraan pribadi?  Kenapa mereka dibiarkan berkeliling kota tanpa pemeriksaan apa pun,” kata Direktur AltMobility PH, Ira Cruz.

 

Sejak pandemi melanda Filipina pada  2020, Presiden Rodrigo Duterte telah memberlakukan tindakan yang terlalu membatasi dan tidak didasarkan pada data dan sains. Duterte sebelumnya mengancam akan menangkap mereka yang melanggar tindakan penguncian.

 

Duterte juga memperingatkan mereka yang menolak untuk divaksinasi akan masuk penjara. Ketika pemerintah Filipina pertama kali memberlakukan penguncian  pada April 2020, Duterte juga memperingatkan bahwa dia akan memerintahkan polisi dan militer untuk menembak mati siapa pun yang “menciptakan masalah”.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement