REPUBLIKA.CO.ID, PALU - Hukuman mati yang dituntut oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat kepada terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan, merupakan bentuk komitmen dan keseriusan pemerintah melindungi tumbuh kembang anak. Pendapat itu disampaikan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Sagaf S Pettalongi.
"Pemerkosaan terhadap anak merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang harus diberikan hukuman setimpal," ucap Sagaf saat dihubungi dari Palu, Rabu (12/2/2022), menanggapi tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan.
Sagaf mengatakan sebagian besar korban berusia belasan tahun atau masih usia sekolah yang harusnya mendapatkan bimbingan dan pendidikan yang layak untuk menopang tumbuh kembangnya ketika menimba ilmu pengetahuan di pendidikan formal. Namun, hal itu sirna dengan aksi bejat Herry Wirawan.
"Tentu korban kehilangan masa depan, padahal mereka (korban) yang berpotensi menjadi harapan bangsa di masa mendatang," sebutnya.
Karena itu, kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Herry Wirawan pantas dituntut hukuman mati oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Sagaf mengemukakan Herry Wirawan adalah seorang guru agama, pimpinan pondok pesantren, yang mestinya berada pada garda terdepan dalam memberikan perlindungan pada anak dari aspek hukum dari pelecehan seksual.
"Dengan perilakunya yang bejat itu, bukan hanya telah mencederai nilai-nilai agama dan moral, tetapi juga mencederai lembaga pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren,"katanya.
Sagaf yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulteng itu menilai tuntutan tersebut sekaligus menjadi peringatan dan pelajaran bagi semua orang untuk menahan diri agar tidak terjerumus dalam aksi bejat kekerasan seksual terhadap anak. "Untuk itu di lingkungan pendidikan, di lingkungan pondok pesantren, guru agar menempatkan diri sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai orang tua dari murid-muridnya," imbuhnya
Sagaf berharap tuntutan hukuman mati bagi pelaku pemerkosa anak bisa dijalankan secara optimal di semua daerah. Langkah itu dinilai sebagai bentuk perlindungan terhadap tumbuh kembang anak serta pemenuhan hak-hak anak.