Kamis 13 Jan 2022 12:07 WIB

Pembahasan RUU IKN Dikebut, Walhi: Bisa Inkonstitusional Seperti UU Ciptaker

Pembahasan RUU IKN sangat terburu-buru dan terkesan dipaksakan.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Foto aerial proyek Tol Balikpapan-Samarinda yang akan menjadi salah satu akses masuk ke ibu kota negara baru di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (Ilustrasi)
Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara
Foto aerial proyek Tol Balikpapan-Samarinda yang akan menjadi salah satu akses masuk ke ibu kota negara baru di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang berlangsung sangat cepat. Menurut Walhi, pembahasan superkilat ini berpotensi mengakibatkan RUU IKN jadi produk hukum inkonstitusional seperti halnya UU Cipta Kerja.

"Alih-alih belajar dari proses pembentukan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang diputus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, proses pembahasan RUU IKN dengan super cepat justru mereplikasi kembali proses yang salah," kata Manajer Kampanye Eksekutif Nasional Walhi Wahyu Perdana dalam siaran persnya, Kamis (13/1/2022)

Untuk diketahui, DPR dan Pemerintah rampung membahas dan mengesahkan UU Cipta Kerja dalam kurun waktu sekitar delapan bulan saja pada 2020 lalu. Prosesnya terbilang superkilat jika dibandingkan proses pembahasan sejumlah UU lain yang memakan waktu bertahun-tahun.

Walhi melihat, DPR dan pemerintah menerapkan cara yang sama dalam pembahasan RUU IKN, yakni dikebut habis-habisan. RUU ini bakal diproses dalam kurun waktu sekitar 40 hari saja.

Wahyu menjelaskan, Panitia Khusus RUU IKN mulai bekerja dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan ahli dan akademisi pada 9 Desember 2021. Sepekan kemudian, anggota pansus rapat maraton hingga memasuki masa reses pada 16 Desember 2021.

"Rapat-rapat ini tidak jarang dilakukan sedari pagi hingga menjelang tengah malam, bahkan di hari libur demi pemaksaan lahirnya RUU ini," katanya. 

Baca juga : Buruh Tolak UU Ciptaker Dibahas Kembali

Selanjutnya, kata dia, pada 13 Januari akan dilakukan rapat kerja dengan pemerintah, sebagaimana telah dijadwalkan pansus. Lalu, RUU ini direncanakan bakal dimintakan persetujuan tingkat II dalam rapat paripurna DPR pada 18 Januari. Setelah disetujui, RUU ini tinggal ditandatangani Presiden dan diundangkan.

Menurut Wahyu, pembahasan ini sangat terburu-buru dan terkesan dipaksakan. Hal ini bisa memunculkan tanda tanya publik karena tak masuk akal jika dilihat dari perspektif syarat-syarat pembentukan UU yang baik, yakni adanya pelibatan partisipasi publik dan kajian matang dari berbagai sisi terhadap substansi RUU.

"Terlebih, kompleksitas pemindahan ibu kota negara ini tidak hanya melibatkan urusan teknis belaka, seperti anggaran dan infrastruktur, tetapi juga memerlukan kajian mendalam terkait aspek sosial, ekonomi, lingkungan, hingga kultur," ujarnya.

Pemerintah diketahui menargetkan pemindahan Ibu Kota Negara ke wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dimulai pada semester I 2024. Target tersebut tertera dalam Pasal 3 ayat (2) RUU IKN yang berbunyi: "Pemindahan status Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke IKN dilakukan pada semester I (satu) tahun 2024 dan ditetapkan dengan Peraturan Presiden."

Baca juga : KPK OTT Bupati Penajam Paser Utara yang Sedang Berada di Jakarta

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement