REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA –Islam adalah agama yang mengatur hajat hidup manusia, mulai dari hal-hal besar hingga hal kecil yang seringkali dilupakan dan bisa jadi cukup vital. Salah satu hal yang diatur sedemikian rupa oleh Islam adalah tentang adab dan sopan santun dalam berhubungan intim antara suami dengan istri.
Dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama karya Muhammad Bagir dijelaskan, Nabi Muhammad SAW dalam beberapa riwayat hadis selalu mengucapkan basmalah dan juga ber-taawudz ketika hendak melakukan hubungan intim dengan istri-istrinya.
Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Law anna ahadukum idza arada an ya’ti ahlahu faqaala; bismillahi allahumma janabna as-syaithaana wa janabna maa razaqtana fa innahu in yuqaddar bainahuma waladun fii dzalika lam yadhurruhu syaithaanun abadan,”.
Yang artinya: “Jika seseorang dari kamu mendatangi (hendak bersenggama dengan) istri, maka ucapkanlah: dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami. Kemudian jika Allah menakdirkan lahirnya anak dari hubungan intim itu, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya,”.
Hadis ini merupakan hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun Alaih). Selain berdoa, adab sopan santun dalam bersenggama lainnya adalah memerhatikan agar tidak saling melihat aurat masing-masing secara vulgar meski membuka pakaian secara keseluruhan memang diperbolehkan.
Nabi bersabda: “An-nazharu ilal-farji yuritsu at-thamsa ay al’ama,”. Yang artinya: “Melihat kelamin seorang wanita itu bisa menyebabkan kebutaan,”. Dalam riwayat lainnya, Nabi juga menganjurkan bagi umat Muslim untuk menutupi sebagian dari tubuh pasangannya masing-masing.
Adab serta sopan santun berikutnya dalam bersenggama adalah tidak kasar dan dilakukan dengan tertuju langsung berpenetrasi. Artinya, lakukanlah dulu tindakan secara fisik seperti mencium, memeluk, dan tindakan dan emosional (foreplay) sebelum melakukan penetrasi. Sehingga masing-masing pasangan merasa telah siap secara fisik maupun secara psikologis untuk berpenetrasi.
Kemudian, baik suami maupun istri seharusnya tidak mengakhiri senggama secara sepihak. Sampai kedua-duanya mendapatkan klimaks dari penetrasi yang dilakukan. Untuk itu dalam hal bersenggama, mengelola emosi serta energi juga diperlukan untuk dapat menuntaskan birahi secara benar dan menguntungkan untuk kedua belah pihak.
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan tidak boleh saling egois dalam bersenggama. Misalnya, ketika suami telah mendapatkan titik klimaks berhubungan dengan istrinya, ia harus menunggu istrinya merasakan hal yang sama. Maka, lebih baik ditanyakan terlebih dahulu ke istri apakah ia sudah mendapatkan klimaks sebagaimana yang ia rasakan.
Nabi pun pernah bersabda sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Ya’la: “Apabila seseorang bersenggama dengan istrinya, hendaklah dia melayaninya dengan sebaik-baiknya. Dan apabila dia telah merasa terpenuhi kebutuhannya, hendaklah dia tidak tergesa-gesa, tetapi menunggu sampai si istri pun merasa terpenuhi kebutuhannya,”.
Untuk itulah, sebagai umat pengikut Nabi Muhammad, anjuran-anjuran agama tentang berhubungan intim pun layak untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehati-hari bersama pasangan yang sah.