Jumat 14 Jan 2022 04:43 WIB

HRW: Penanganan Pandemi Menggeser Persoalan HAM di Indonesia

Laporan HRW menyebut respons pemerintah pada pandemi menggeser isu HAM

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Hukum (Ormawa FH ) Universitas Malikussaleh menggelar aksi pawai obor memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 10 Desember di pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Senin (9/12). Pada aksi unjuk rasa tersebut, mereka mendesak Presiden Joko Widodo dan Komnas HAM menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah air.
Foto: Rahmad/Antara
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Fakultas Hukum (Ormawa FH ) Universitas Malikussaleh menggelar aksi pawai obor memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 10 Desember di pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Senin (9/12). Pada aksi unjuk rasa tersebut, mereka mendesak Presiden Joko Widodo dan Komnas HAM menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam laporan World Report 2022, organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) mengatakan respons pemerintah Indonesia pada pandemi Covid-19 di 2021 menggantikan persoalan hak asasi manusia. Setelah angka kasus infeksi melonjak, pihak berwenang mengunci Jawa, Bali, dan banyak daerah lain di nusantara.

“Pandemi Covid-19 terbukti menjadi ancaman yang jauh lebih besar bagi agenda ekonomi pemerintah Indonesia daripada undang-undang yang membahayakan hak-hak pekerja dan lingkungan,” kata Direktur regional Asia HRW Brad Adams seperti dikutip di situs resmi organisasi itu, Kamis (13/1/2022).

Baca Juga

“Hanya pukulan keras varian Delta, bukan masalah hak asasi, yang dapat menggagalkan agenda ekonomi pemerintah,” tambahnya.

Dalam laporan setebal 752 halaman itu, Human Rights Watch mengulas berbagai praktik hak asasi manusia di hampir 100 negara. Direktur Eksekutif Kenneth Roth meragukan kebijaksanaan konvensional yang menganggap otokrasilah yang berkuasa.

Baru-baru ini terjadi gelombang unjuk rasa besar di sejumlah negara walaupun demonstran berisiko ditangkap atau ditembak. Roth menerangkan hal ini menunjukkan daya tarik demokrasi tetap kuat. Sementara itu, para otokrat semakin kesulitan untuk memanipulasi pemilu yang menguntungkan mereka.

Namun menurut Kenneth Roth, para pemimpin negara demokratis harus menyelesaikan pekerjaan mereka dengan lebih baik dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Selain itu, pemimpin negara harus memastikan demokrasi memberikan hasil seperti yang dijanjikan.

Dari Maret 2020 hingga Desember 2021, Covid-19 telah menginfeksi 4,2 juta orang di Indonesia dan menyebabkan 141.709 kematian. Kelompok yang fokus pada kesehatan masyarakat memperkirakan angka sesungguhnya bisa setidaknya dua kali lebih tinggi dari data statistik pemerintah. Sebab banyak orang, sebagian besar melakukan isolasi diri, tidak melaporkan penyakit mereka atau mendapatkan perawatan kesehatan dari pemerintah.

Selama tahun 2021 hak-hak dasar kelompok minoritas agama, perempuan dan anak perempuan, dan komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender terus diserang dan respons pemerintah atas hal ini sangat minim. Kelompok-kelompok Islamis menargetkan kelompok minoritas dengan ancaman dan intimidasi.

Pada Februari, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengizinkan siswi dan guru perempuan di sekolah negeri memilih mengenakan jilbab  yang dipadukan dengan rok panjang dan kemeja lengan panjang atau tidak. Ribuan sekolah negeri, khususnya di 24 provinsi berpenduduk mayoritas Muslim di Indonesia, mewajibkan perempuan Muslim mengenakan jilbab sejak dari sekolah dasar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement