REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam
Berbicara mengenai wabah penyakit yang menimpa masyarakat, orang biasanya akan langsung teringat dengan apa yang dikenal sebagai Black Death (Maut Hitam). Menghantam Eropa antara tahun 1347 hingga 1351, Black Death menyebabkan kematian sekitar 25 juta orang Eropa kala itu.
Jumlah ini kurang lebih setara dengan sepertiga total jumlah penduduk Eropa pada kala itu, dan dipandang sebagai jumlah kematian tertinggi akibat wabah penyakit yang dialami manusia hingga saat itu. Sementara di Eropa Black Death merupakan salah satu wabah terburuk sepanjang sejarahnya yang banyak menimbulkan korban, dunia Islam dan Arab pernah pula dihantam oleh berbagai wabah penyakit.
Menurut Michael Walter Dols dalam The Black Death in the Middle East (1977), para sejarawan Islam menyebut bahwa wabah paling awal dalam sejarah Islam ialah apa yang dikenal sebagai ‘wabah Shirawayh’, yang terjadi pada tahun 627-628 M di Madain (Ctesiphon), sebuah kota metropolitan kuno yang berlokasi di Irak.
Nama wabah ini merujuk pada nama raja dinasti Sasaniyah yang memerintah di Iran, Raja Siroes (Kobad II), yang memerintah sejak tahun 628. Sang raja hanya memerintah kurang dari satu tahun karena pada tahun 629 ia tutup usia terkena wabah penyakit yang timbul mulai akhir musim panas tahun 628 itu. Wabah itu tersebar dari Irak hingga ke sisi barat wilayah kekuasaan Sasaniyah dan membuat ribuan penduduk Sasaniyah kehilangan nyawanya.
Wabah-wabah lain yang muncul selepas itu antara lain ialah ‘wabah Yezdigird’ (dinamai seperti nama raja Sasaniyah terakhir, Raja Yezdigird II, yang memerintah dari tahun 634-642) dan ‘wabah ‘Amwas’ (diambil dari nama sebuah desa di Palestina). Wabah ini terjadi tujuh tahun selepas Nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya di tahun 639 (ketika kekuasaan politik Islam berada di tangan Kalifah Umar bin Khattab). Sebaran wabah mencapai daerah-daerah antara Suriah dan Arabia serta Mesir dan Irak, dan dengan korban mencapai angka antara 25.000-30.000 jiwa.