Solo Bivak
Red: Fernan Rahadi
Berkemah atau kemping. Ilustrasi | Foto: ABCNews
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erik Hadi Saputra (Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta).
Pembaca yang kreatif, pekan lalu saya diminta oleh manajemen SMA Daarut Tauhiid Bandung mengisi salah satu materi penguatan sumber daya manusia. Ada yang menarik dengan agenda tiga hari yang dilaksanakan di bumi perkemahan Cijanggel ini, yaitu Solo Bivak. Menurut Wikipedia, Bivak dalam bahasa Prancis yaitu "Bivouac" adalah tempat berlindung sementara (darurat) di alam bebas dari aneka gangguan cuaca, binatang buas, dan angin.
Mendirikan Bivak termasuk teknik penting yang harus dikuasai jika Anda mau berkemah. Bivak merupakan salah satu kemampuan wajib survival di alam bebas. Dikarenakan pembuatannya yang mudah dengan peralatan yang seadanya. Kegiatan ini dimulai sejak pukul 5 sore hingga menjelang subuh. Sesi ini menjadi salah satu kegiatan unggulan Daarut Tauhiid dalam menempah sumber daya manusianya. Bahkan menjadi sesuatu yang maksimal dalam membentuk kemampuan introspeksi diri civitasnya.
Peserta diposisikan berjarak 5 meter dengan peserta yang lain di area hutan tersebut. Masing-masing diberikan sebuah lilin yang bisa dimanfaatkan. Pastilah Anda mengerti berapa lama sebuah lilin akan bertahan? Durasi waktunya mestilah terbatas. Setiap peserta juga diberikan secarik kertas dan bolpoin untuk menuliskan apa yang mereka rasakan di tengah kesendirian tersebut? Kepada siapa mereka meminta dan berharap? Saya mendapatkan satu tulisan dalam sesi Solo Bivak ini.
Tulisan itu dari seorang peserta (guru) yang bernama Pak Ramadhan. Sebelumnya juga, saya meminta beliau aktif dalam simulasi terkait materi yang saya bawakan. Berikut ringkasan tulisan yang menggugah itu:
"Terima kasih atas segala nikmat Allah yang telah diberikan kepada saya selama ini, sehingga masih bisa merasakan indahnya bersyukur. Alhamdulillah pertama-tama terima kasih kepada orang tua saya, ayah ibu saya yang telah membesarkan saya dari kecil dari bayi sampai dengan sekarang. Sebelumnya mohon maaf kepada ibu bapak saya selama ini, di mana saya sebagai anak belum bisa memberikan yang terbaik. Belum bisa memberikan apa yang diharapkan oleh ibu dan bapak. Saya mohon maaf selama ini saya sebagai anak masih merepotkan ayah dan ibu. Terima kasih juga semua keluarga yang telah merawat saya mulai dari anak kecil sampai sekarang. Insya Allah ke depannya (mudah-mudahan) ayah dan ibu saya diberikan kesehatan dan diberikan rahmat, perlindungan oleh Allah SWT. Selanjutnya saya juga berterima kasih kepada manajemen SMA Daarut Tauhiid atas kebersamaannya, silaturahminya selama ini. Selama hampir lebih lima tahun berkarya di SMA. Terima kasih banyak juga kepada gurunda Aa Gym yang telah memberikan motivasi, ceramahnya dan tausiyahnya yang sangat bermanfaat. Alhamdulillah saya bisa sedikit demi sedikit merubah diri ke hal yang lebih baik. Terima kasih juga kepada semua civitas SMA yang telah berjuang dan telah melalui riyadhoh (pengajaran dan pelatihan) bersama. Mohon maaf jika selama ini saya masih lalai, masih malas-malasan dalam mengerjakan tugas atau mengemban tugas yang diberikan. Alhamdulillah banyak sekali pengalaman berkarya yang saya dapatkan. Terima kasih, mudah-mudahan kita senantiasa diberikan Allah kemudahan, kesehatan dan ketakwaan, alhamdulillah, terima kasih.”
Pembaca yang kreatif, ternyata ungkapan yang sering muncul dalam kesendirian sepanjang malam dengan fasilitas yang terbatas tersebut adalah kalimat ungkapan rasa syukur yang kuat dengan apa yang sudah diterima saat ini. Sepertinya Anda juga bisa mencoba sesi ini untuk semakin memperkuat rasa terima kasih karyawan Anda. walaupun Anda akan senyum-senyum sendiri membayangkan apa yang akan terjadi. Sehat dan teruslah terinspirasi.