REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan tidak terdapat indikasi adanya praktik kartel minyak goreng oleh industri. Kenaikan harga yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga minyak sawit (CPO) yang merupkan bahan baku utama minyak goreng.
"Kami tidak melihat sejauh itu (kartel) dari pengamatan kami," kata Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim kepada Republika.co.id, Jumat (14/1/2022).
Meskipun Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia, Isy Karim menjelaskan, sebagian besar produsen minyak goreng dalam negeri tidak terintegrasi dengan perusahaan produsen CPO. Lantaran entitas bisnis yang berbeda, para produsen minyak goreng harus membeli CPO sesuai harga pasar lelang dalam negeri di KPBN Dumai.
Sementara, harga lelang di KPBN Dumai juga berkorelasi dengan harga pasar internasional. "Dengan begitu harga produk minyak goreng yang dihasilkan akan sangat tergantung dari referensi harga di Lelang KBPN Dumai," kata Isy Karim.
Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO dalam negeri akan ikut menyesuaikan dengan harga global dan harga minyak goreng dalam negeri ikut meningkat.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan, harga acuan minyak goreng yang diatur sebesar Rp 11 ribu per liter, berpatokan pada harga CPO sebesar 680 dolar AS per metrik ton. Harga itu ditetapkan pada tahun 2020 lalu yang dituangkan dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020.
Namun, memasuki awal 2022, harga CPO telah mencapai kisaran 1.380 dolar AS per metrik ton atau naik lebih dari dua kali lipat dari dua tahun yang lalu. Dengan tingkat harga CPO tersebut, maka harga minyak goreng khususnya untuk kemasan sederhana berada pada kisaran Rp 18.700 per liter.
Sementara itu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan menyelidiki penyebab kenaikan harga minyak goreng. Namun sejauh ini, KPPU belum dapat menyimpulkan penyebab utama tingginya harga minyak goreng yang sudah terjadi sejak tahun lalu.
"Saat ini masih diteliti, semoga pekan depan dapat kami sampaikan," kata Deswin kepada Republika.co.id, Jumat (14/1/2022).
Ia pun menegaskan, KPPU belum menyimpulkan adanya dugaan kartel minyak goreng yang membuat harga melonjak tinggi. KPPU, kata Deswin, juga belum menyimpulkan apakah akan menyelidiki isu dugaan kartel atau tidak.
"Kami belum ada kesimpulan atas isu tersebut. Belum dapat disimpulkan," kata Deswin menambahkan.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, kepada Republika.co.id, Kamis (14/1/2022), mengatakan, pihaknya menduga adanya praktik kartel dalam tata niaga minyak goreng di Indonesia. Pasalnya, meski telah melalui momen Natal dan Tahun Baru 2022, harga minyak goreng tetap tinggi di luar batas kewajaran.
"Saya khawatir kalau diguyur dengan subsidi agar harga minyak goreng turun, itu tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.
YLKI pun meminta pemerintah untuk membongkar adanya dugaan tersebut terhadap pelaku bisnis minyak sawit dan industri minyak goreng di Indonesia. Tulus mengatakan, Kementerian Perdagangan, Polri, dan KPPU dapat menggunakan Undang-Undang Anti Monopoli dan Undang-Undang Perdagangan untuk membongkar praktik tersebut.