Sabtu 15 Jan 2022 08:47 WIB

BPTJ Kemenhub Bahas Sinkronisasi Pengelolaan Transportasi Jabodetabek 

Pergerakan transpotasi terutama di wilayah aglomerasi Jabodetabek semakin berat.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Seorang warga menunggu bus di kawasan integrasi terpadu di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (10/1). Penataan yang mencakupi revitalisasi halte Transjakarta, pembuatan taman dan peletakan papan penunjuk informasi itu untuk mewujudkan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral yang nantinya diintegrasikan sebagai kawasan Transit Oriented Development (TOD) agar pergerakan masyarakat lebih efektif dan efisien.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang warga menunggu bus di kawasan integrasi terpadu di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (10/1). Penataan yang mencakupi revitalisasi halte Transjakarta, pembuatan taman dan peletakan papan penunjuk informasi itu untuk mewujudkan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral yang nantinya diintegrasikan sebagai kawasan Transit Oriented Development (TOD) agar pergerakan masyarakat lebih efektif dan efisien.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Pengelolaan Transportasi Jabodetabek, di Hotel Pullman Ciawi Vimala Hils, Kabupaten Bogor, Jumat (14/1). Rapat ini juga dihadiri oleh sejumlah kepala daerah di wilayah Jabodetabek.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPTJ, Budi Setiadi, mengatakan, pengelolaan transportasi Jabodetabek berdasarkan Undang-Undang Nomor 22, dalam  menyelenggarakan keselamatan keamanan transportasi tidak hanya dilakukan oleh satu institusi. Semua institusi, kata dia, harus terlibat dengan mengedepankan kolaborasi dan sinergi semua pihak. 

"Karena, saat ini, kita melihat bagaimana pergerakan transpotasi terutama di wilayah aglomerasi Jabodetabek saat ini sudah sedemikian berat. Kalau tidak ada koordinasi antar wilayah, beban Jakarta akan menjadi berat, untuk itu perlu komunikasi, koordinasi dan kajian secara kolaborasi,” kata Budi, Jumat (14/1).

Budi menyampaikan, sebagai implementasi amanat UU No.22, pemerintah harus hadir dalam memberikan angkutan umum yang aman, nyaman dan murah bagi masyarakat. Dengan menyiapkan Buy The Service (BTS), LRT dan angkutan ramah lingkungan.

Katanya, untuk menunjang sinkronisasi pengelolaan transportasi, dirinya juga sedang memperbaiki sejumlah terminal tipe A. Sebab, menurut Budi, Terminal tipe B yang dikelola provinsi dan terminal tipe C yang dikelola daerah, seharusnya bisa setipe.

“Kami melihat terminal terminal tipe C yang ada di kabupaten/kota, jika dilihat dari letak geografisnya sangat memiliki potensi dan bisa dikerjasamakan dengan pihak swasta. Sehingga, di terminal nantinya ada pusat bisnis, pusat pendidikan, dan rumah sakit,” ucapnya.

Hadir dalam rapat tersebut, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor diminta terus intens berkomunikasi terkait terminal batas kota, pengaturan angkot masuk ke Kota Bogor. Selain itu dibahas juga percepatan perencanaan Transit Oriented Development (TOD) Sukaresmi.

“Yang dibicarakan banyak. Ada persoalan serius soal tonase berlebihan, over dimensi, bagaimana mengantisipasi truk yang lewat. Dibicarakan khusus, masih dalam pembahasan semua,” imbuhnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement