Sabtu 15 Jan 2022 13:42 WIB

Kazakhstan Cabut Status Darurat di Empat Wilayah

Aksi protes digelar warga Kazakhstan menentang kenaikan harga bahan bakar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mencabut keadaan darurat di empat wilayah pada Jumat (14/1).
Foto: AP/Russian Defense Ministry Press S
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mencabut keadaan darurat di empat wilayah pada Jumat (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, NUR SULTAN -- Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mencabut keadaan darurat di empat wilayah pada Jumat (14/1/2022). Keempat wilayah tersebut yaitu Shymkent, Kazakhstan Timur, Karaganda, dan Turkestan 

Sebelumnya diumumkan bahwa keadaan darurat telah berakhir di wilayah Kazakhstan Barat, Pavlodar, dan Kazakhstan Utara. Keputusan pencabutan keadaan darurat diambil saat penarikan pasukan penjaga perdamaian dari blok militer yang dipimpin Rusia, Collective Security Treaty Organization (CSTO) terus berlanjut.

Baca Juga

Aksi protes pecah pada Ahad (2/1), ketika pengemudi di kota Zhanaozen di wilayah Mangystau yang kaya minyak, menggelar demonstrasi besar-besaran menentang kenaikan harga bahan bakar gas cair (LPG). Pada awal tahun pemerintah Kazakhstan mengumumkan kenaikan bahan bakar dua kali lipat, dan menghapus subsidi bahan bakar.

Aksi protes kemudian menyebar ke kota Aktau. Protes juga terjadi di kota-kota barat, seperti Atyrau, Aktobe dan Oral, yang dikenal memiliki cadangan minyak dan gas alam. Aksi protes menyebar luas ke kota-kota lain di Kazakhstan dan berubah menjadi demonstrasi publik.

Para demonstran membakar mobil polisi, menyerbu gedung-gedung pemerintah, dan membakar istana presiden. Mereka juga menduduki bandara internasional di Almaty, serta menjarah pertokoan, perbankan, dan bisnis lainnya.  

Presiden Tokayev meminta bantuan dari sekutu CSTO. Organisasi tersebut kemudian mengirim pasukan penjaga perdamaian dari Rusia, Belarus, Armenia, dan Tajikistan.

Pemerintah Kazakhstan mengundurkan diri sebagai tanggapan atas kerusuhan tersebut. Tokayev mengklaim kerusuhan itu dipimpin oleh kelompok teroris yang telah menerima bantuan dari negara lain, yang tidak disebutkan namanya.

Awalnya aksi protes dimulai karena kenaikan harga bahan bakar gas cair hampir dua kali lipat. Bahan bakar gas cair ini banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Namun penyebaran aksi protes yang cepat mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas di negara itu. Kazakhstan telah berada di bawah kekuasaan partai yang sama sejak  memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991.

Kazakhstan adalah negara terbesar kesembilan di dunia, yang berbatasan dengan Rusia di utara dan China di timur. Kazakhstan memiliki cadangan minyak yang luas dan penting bagi ekonomi negara. Ketidakpuasan atas kondisi kehidupan yang buruk masih tampak di beberapa wilayah Kazakhstan. Sebagian besar warga Kazakhstan kesal dengan dominasi partai yang berkuasa, dan memegang lebih dari 80 persen kursi di parlemen.

Banyak pengunjuk rasa meneriakkan "orang tua pergi," merujuk pada presiden pertama Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev, yang terus memiliki pengaruh besar meskipun telah mengundurkan diri pada 2019. Nazarbayev mendominasi politik Kazakhstan dan pemerintahannya ditandai oleh kultus kepribadian yang moderat.  Kritikus mengatakan, dia secara efektif melembagakan sistem klan di pemerintahan.

 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement