REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Sekelompok pakar hak asasi manusia (HAM) di Dewan HAM PBB mengatakan, pemerintahan Taliban telah melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar serta sistematis terhadap wanita di Afghanistan. Menurut mereka, hal itu dapat berdampak pada semakin memburuknya krisis di sana.
“Kami prihatin dengan upaya terus menerus dan sistematis untuk mengecualikan perempuan (Afghanistan) dari bidang sosial, ekonomi, dan politik di seluruh negeri,” kata para pakar HAM yang tergabung dalam The Special Rapporteurs and Working Groups di Dewan HAM PBB dalam sebuah pernyataan pada Senin (17/1/2022), dikutip laman resmi Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB.
Mereka mengungkapkan, kebijakan diskriminatif Taliban diberlakukan melalui serangkaian tindakan, seperti melarang wanita kembali ke pekerjaan mereka, mewajibkan kerabat laki-laki mendampingi mereka saat berada di ruang publik, melarang mereka menggunakan angkutan umum sendiri, serta kode berpakaian, termasuk untuk anak perempuan.
“Selain sangat membatasi kebebasan bergerak, berekspresi dan berserikat, serta partisipasi mereka dalam urusan publik dan politik, kebijakan ini juga mempengaruhi kemampuan perempuan untuk bekerja dan mencari nafkah, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kemiskinan,” kata para pakar HAM PBB tersebut.
Mereka turut menyuarakan keprihatinan atas tak diberikannya hak pendidikan bagi anak perempuan hingga ke jenjang sekolah menengah dan perguruan tinggi. Sebagian besar sekolah menengah untuk anak perempuan di Afghanistan telah ditutup. “Hari ini, kami menyaksikan upaya untuk terus menghapus perempuan dan anak perempuan dari kehidupan publik di Afghanistan termasuk dalam institusi dan mekanisme yang sebelumnya telah dibentuk untuk membantu dan melindungi perempuan dan anak perempuan yang paling berisiko,” kata para pakar HAM PBB.
Mereka turut menyoroti tindakan represif Taliban terhadap wanita-wanita Afghanistan yang menggelar unjuk rasa untuk menuntut pemenuhan hak mereka. “Kami sangat terganggu dengan sikap keras yang dilakukan otoritas de facto terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan yang mengklaim hak-hak dasar mereka, dengan laporan pengunjuk rasa damai yang sering dipukuli, dianiaya, diancam, dan dalam kasus yang dikonfirmasi ditahan secara sewenang-wenang,” ujar para pakar HAM PBB.