Senin 17 Jan 2022 21:21 WIB

Masjid dan Pertarungan Ideologi Islam di Inggris   

Masjid menjadi pusaran pertarungan ideologi kiri hingga kanan di Inggris

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Jamaah di Masjid London Timur & Pusat Muslim London di London timur, Inggris. (Ilustrasi) Masjid menjadi pusaran pertarungan ideologi kiri hingga kanan di Inggris
Foto: Harun Chown / PA melalui AP
Jamaah di Masjid London Timur & Pusat Muslim London di London timur, Inggris. (Ilustrasi) Masjid menjadi pusaran pertarungan ideologi kiri hingga kanan di Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON –  Karya Ed Husain, Among the Mosques, memberikan potret yang mencerahkan tentang Muslim Inggris. Dalam perjalanannya, ia menyoroti Islam sebagai agama sekaligus teologi Islam, serta memberikan wawasan akan politik Islam atau jihadisme. 

Among the Mosques menggambarkan tentang komunitas Muslim yang berbeda, yang tinggal di seluruh Inggris. Pembahasannya dibagi berdasarkan bahasa, kebangsaan dan keyakinan agama. 

Baca Juga

Selain bahasa Inggris, ada penutur asli bahasa Arab, Bengali, Farsi, Punjabi, Turki, Urdu, dan banyak bahasa lainnya. Muslim Inggris berasal dari Afrika, Timur Tengah, anak benua India dan banyak tempat lain. 

Dilansir di Spiked Online, Sabtu (15/1), menurut data 2016, secara keseluruhan ada lebih dari tiga juta Muslim di Inggris. Mengingat tingkat kelahiran yang tinggi di kalangan Muslim, jumlah itu diperkirakan akan meningkat secara dramatis. 

Ada beberapa tradisi agama utama yang diikuti Muslim Inggris, termasuk Barelvi (berasal dari India), Deobandi (juga berasal dari India dengan interpretasi literalis Islam), Salafi (kelompok literalis lain yang muncul di dunia Arab) dan Sufi (dengan fokus mistik). 

Pengalaman Ed Husain yang beragam membuatnya memenuhi syarat sebagai pemandu bagi komunitas yang berbeda ini. Ia dilahirkan dalam keluarga Muslim yang taat, mengikuti tradisi Sufi di London timur.   

Sebagai seorang anak, ia pernah memenangkan hadiah untuk pembacaan Alquran. Kemudian, pada usia 16 tahun, ia bergabung dengan kelompok fundamentalis Islam selama lima tahun (pengalaman yang diceritakan dalam bukunya tahun 2007, The Islamist). 

Setelah beberapa tahun tinggal di dunia Arab, ia kembali ke Inggris, mendirikan sebuah wadah pemikir anti-ekstremisme dan menjadi penasihat mantan perdana menteri Tony Blair. Namun, Husain bukanlah tokoh partai politik. 

David Cameron, mantan perdana menteri lainnya, juga berterima kasih atas pengakuan tersebut. Husain menyelesaikan gelar doktor di Universitas Buckingham di bawah mendiang Roger Scruton, salah satu pemikir konservatif paling tajam di Inggris. 

Misi Husain saat ini adalah mendamaikan tradisi sejarah liberal Inggris dengan pembacaan humanisnya tentang Islam. Dia adalah seorang Muslim yang taat dan penganut filosof besar Inggris seperti Edmund Burke, David Hume, John Locke, John Stuart Mill, dan Adam Smith. 

Dia bahkan berpendapat, sistem hukum Inggris, dengan nilai-nilai fundamental kebebasan individu dan kebebasan berekspresi, adalah model kerja yang sempurna dari aspek utama syariah, diterapkan pada konteks kehidupan modern'.

Husain adalah pendukung setia kesetaraan gender dan hak-hak LGBT. Dalam pandangannya atas kaum literalis Muslim, seperti Dobandi dan Salafi, mereka salah menafsirkan Islam.

Misalnya, mereka mengambil hadits tertentu (perkataan atau kebiasaan nabi Muhammad) di luar konteks. Mereka juga disebut gagal mengenali tradisi liberal dalam Islam yang antara lain dipengaruhi oleh Yunani Kuno dan membuat kemajuan besar dalam memahami astronomi.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement