REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menutup tahun 2021 silam, Pemerintah indonesia melarang ekspor LNG secara mendadak. Hal ini berimbas pada kontrak kontrak pembelian LNG pada tahun ini.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko menjelaskan SKK Migas berupaya melakukan negosiasi dengan para buyers terkait kebijakan ini. Langkah ini diperlukan agar para KKKS tidak terkena pinalti imbas kebijakan larangan ekspor LNG.
"Kita negosiasi dengan para buyers. Kami memastikan bukan kita tidak jadi mengirim, tapi kita reschdule saja," ujar Arief di Kantor SKK Migas, Senin (17/1).
Kata Arief, SKK Migas mengalokasikan pasokan LNG pada tahun ini untuk kebutuhan PLN. Mengingat, larangan ekspor LNG juga terjadi karena untuk saat ini PLN membutuhkan pasokan LNG ditengah minimnya pasokan batubara ke pembangkit.
Total ada 58 kargo LNG yang sudah berkontrak sesuai dengan permintaan PLN. "Hulu migas selalu dan tetap komit memenuhi kebutuhan LNG listrik kita ada 58 kargo terdiri dari 13 kargo Bontang, sisanya Tangguh 45 kargo," kata Arief.
Dia menuturkan, pada awal 2022 ini bahkan SKK Migas mengalihkan empat kargo yang seharusnya untuk ekspor guna memenuhi kebutuhan PLN yang pada saat bersamaan kekurangan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Awal tahun, Januari 2022 ada ketidakcocokan penjadwalan LNG dari hulu Bontang ke Tangguh PLN ini disebabkan pasokan batu bara kurang. Untuk tutupi kekurangan ini kita ubah jadwal ekspor ada 4 kargo kita reshcbdule, tidak jadi diekspor tapi dialihkan ke PLN," jelas Arief.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi pasokan LNG untuk PLN mengalamai fluktuasi dalam tiga tahun terakhir. Misalnya ada 58 kargo di tahun 2019, 40 kargo di 2020, dan 54 kargo di 2021.
Menurut catatan SKK Migas, terdapat kargo-kargo yang secara kontraktual sudah disiapkan, namun tidak terserap oleh PLN yaitu sebanyak 13 kargo di tahun 2020 dan 11 kargo di tahun 2021.