REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Media Israel melaporkan bahwa, sebuah pesawat pribadi milik Jenderal Libya, Khalifa Haftar, mendarat di wilayah Israel selama beberapa jam. Televisi Israel mengutip pengamat lalu lintas udara internasional melaporkan bahwa, pesawat Haftar mendarat di Bandara Internasional Ben Gurion.
Dilansir Middle East Monitor, Selasa (18/1/2022), pesawat Haftar berada di bandara Israel selama dua jam, kemudian kembali lepas landas. November lalu, surat kabar Hebrew Haaretz mengungkapkan bahwa putra Haftar, Saddam Haftar, telah tiba di Israel. Dia membawa surat dari ayahnya yang meminta bantuan militer dan politik dari Israel.
Sebagai imbalannya, Haftar berjanji untuk membangun hubungan diplomatik di masa depan antara Libya dan Israel. Saddam Haftar tiba melalui pesawat Falcon di Bandara Internasional Ben Gurion dekat Tel Aviv. Dia datang dari Dubai. Pesawat tersebut berada di bandara Israel selama satu setengah jam, dan kembali lepas landas menuju Libya.
Sebelumnya Perdana Menteri Libya, Abdel Hamid Dbeibeh, membantah "rumor" bahwa dia telah bertemu dengan pejabat Israel di Yordania. Beberapa media, termasuk situs web Akka Palestina, yang mengkhususkan diri dalam urusan Arab, melaporkan bahwa, Dbeibeh bertemu dengan pejabat senior Israel di Amman, termasuk kepala Mossad. Mereka membicarakan tentang masalah normalisasi hubungan dengan Israel.
Dari 22 negara Arab, hanya enam negara yang menyatakan hubungan resmi dengan Israel. Enam negara tersebut adalah Mesir, Yordania, Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan dan Maroko. Mesir dan Yordania telah lama memiliki hubungan resmi dengan Israel. Sementara Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan dan Maroko menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 2020 lalu, di bawah Kesepakatan Abraham yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS). Mereka menandatangani kesepakatan itu di Gedung Putih, dan disaksikan oleh mantan Presiden Donald Trump.
Normalisasi hubungan antara beberapa negara Arab dengan Israel membuat warga Palestina geram. Sejumlah pemimpin Palestina mengatakan bahwa mereka telah berkhianat dan tidak mendukung kemerdekaan Palestina.