REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Terdakwa kasus pelecehan seksual belasan santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan, akan menjalani sidang lanjutan, Kamis (20/1/2022). Dalam sidang kali ini, Herry akan membacakan pleidoi (pembelaan) di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Kuasa hukum Herry, Ira Mambo, mengaku, pihaknya bersama kliennya sudah menyiapkan materi pembelaan yang akan disampaikan di persidangan. Selain itu, Herry akan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan.
"Saya akan memberikan pembelaan secara tertulis dan Herry diberikan kesempatan untuk pembelaan," ujarnya, Selasa (18/1/2022).
Dia mengatakan, materi pleidoi akan menanggapi dakwaan dan fakta persidangan yang muncul. Sedangkan Herry akan menyampaikan pembelaan secara pribadi. "Kami secara hukum dan Herry diberi kesempatan ungkapkan sendiri," katanya.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati Herry Wirawan untuk dihukum mati saat persidangan di PN Bandung, Selasa (11/1/2022). Selain itu terdakwa diminta untuk dihukum kebiri kimia.
"Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung.
Selanjutnya, dia menuturkan, pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk mengumumkan identitas terdakwa dan disebarkan kepada masyarakat. Selain itu, hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas melalui pengumuman hakim dan hukuman tambahan tindakan kebiri kimia," katanya.
Asep menuturkan, pihaknya meminta hakim juga agar terdakwa membayar Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan pidana penjara. Selain itu harus membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 331 juta lebih.
"Kami meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana 500 juta subsider satu tahun kurungan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada korban total Rp 331 juta," katanya.
Pihaknya pun meminta hakim untuk membekukan, mencabut, dan membubarkan semua yayasan dan pesantren maupun boarding school terdakwa. Kemudian aset tersebut disita dan dilelang, selanjutnya hasilnya digunakan untuk kelangsungan hidup para korban dan anaknya.
Dia mengatakan, tuntutan yang diberikan kepada terdakwa mengacu kepada pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 juncto pasal 76 huruf D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.