Selasa 18 Jan 2022 19:49 WIB

Pungli di Sekolah Bandung, Benarkah Belum Ada Aturannya?

Kasus pungli diduga terjadi karena belum adanya aturan turunan PPDB di Jawa Barat.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas menjelaskan Sistem Informasi Sapu Bersih Pungli (Siberli) usai launching Siberli, di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/7).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Petugas menjelaskan Sistem Informasi Sapu Bersih Pungli (Siberli) usai launching Siberli, di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus dugaan pungutan liar (pungli) terkait mutasi siswa yang diduga dilakukan Kepala Sekolah (Kepsek) dan Wakasek Bidang Humas SMAN 22 Bandung, terus bergulir. Menurut Kepala Bidang Data dan Informasi (Kabid Datin) Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli,  Jabar Yudi Ahadiat, pada Senin (18/1) sudah dilakukan gelar perkara kasus ini bersama inspektorat Jabar. Hasilnya, kasus ini dilimpahkan ke Inspektorat Jabar.

"Sudah gelar yustisi (gelar perkara). Hasilnya, dilimpahkan ke Inspektorat Jabar untuk dilakukan audit khusus. Nanti digelar (perkara) lagi (oleh Inspektorat Jabar). Jadi menyeluruh (baik dugaan pidana, adiministratif, maupun kode etik ASN)," kata Yudi kepada Republika, Selasa (18/1).

Baca Juga

Menurut Yudi, Inspektorat Jabar akan terus mendalami kasus ini melalui audit khusus. Yudi menjelaskan, kasus dugaan Pungli ini berawal dari pengaduan orang tua murid kepada Saber Pungli terkait dengan mutasi kepindahan anaknya dari luar Kota Bandung dalam hal ini dari Jakarta.

"Mutasi ini, dimintai uang sebesar Rp 20 juta awalnya. Kemudian yang bersangkutan nego turun jadi Rp 15 juta, nego lagi jadi Rp 10 juta. Siapa pelakunya yang meminta? Pelakunya Wakasek bidang humas atas perintah dan pengetahuan Kepsek," ujar dia.

Setelah orang tua tersebut mengadu ke Saber Pungli, kata dia, maka Saber Pungli mengeluarkan surat perintah untuk melakukan pemeriksaan tentang kebenaran pengaduan itu. Kemudian surat perintah terbit dari 13 sampai 15 Januari 2022.

"Setelah dilakukan pemeriksaan ke SMA 22, ternyata bukan hanya 1 orang saja yag dimintai. Tapi, ada dua orang mutasi jadi jumlahnya total ada 3. Di dapat lah uang disana ada sebesar Rp 30 juta bahwa yang bersangkutan bayar," kata dia.

Menurut Yudi, terkait pembayaran ini, apa pun alasannya tidak dibenarkan mutasi ada permintaan uang apa pun alasannya. Hal ini, Berdasarkan Pergub 29/2021 tentang juklak juknis PPDB, bahwa mutasi itu tidak dikenakan biaya. Juga ada, di dalam SOP.

"Di Pergub disebutkan tidak dipungut biaya administrasi atau apa pun untuk biaya mutasi. Jika terjadi maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yg berlaku. Nah kasus SMA 22 ini sanksinya apa? belum muncul karena harus digelar perkara dulu," katanya.

Yudi mengatakan, ia memohon dengan sangat di Jabar tak ada lagi pungutan karena sudah ada Pergubnya. Jadi, seharusnya sudah tak ada lagi kasus seperti ini. Semua sekolah, kata dia, harus melihat kondisi orang tua jangan membebankan iuran siswa. Akibat pandemi,  masih ada yang tak bekerja dan pengangguran.

"Untuk sekolah tidak ada lagi yang namanya loket karen kan tidak ada iuran. Yang ada sumbangan tanggung jawab ke komite. Komite juga harus pilih-pilih kegiatannya," kata dia.

Terkait pernyataan FAGI Jabar yang menilai mutasi siswa dengan meminta sumbangan sudah lama dilakukan sekolah, Yudi meminta agar FAGI Jabar menunjukkan sekolah tersebut dengan data akurat.

"Tapi jangan nuduh-nuduh, ayo kita sama-sama berantas Pungli. Kalau ada temuan, laporkan, akan kita tindak lanjuti dengan segera," kata dia.

Belum Ada Aturan

Pemerhati pendidikan Kota Bandung, Dan Satriana menilai, kasus pungli terjadi karena belum adanya aturan turunan Penerima Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Barat (Jabar). Aturan turunan ini harusnya dibuat dalam Keputusan Gubernur (Kepgub).

Menurutnya, aturan PPDB sudah diatur dalam Permendikbud. Namun, hal itu menurutnya tetap harus dibuat aturan turunan yang lebih jelas di tingkat provinsi. "Harus ada aturan yang lebih rinci yang mengatur kaitan mutasi atau perpindahan dengan sumbangan. Karena untuk beberapa jenjang pendidikan seperti SMA SMK itu masih dimungkinkan adanya sumbangan orang tua siswa," ujar Dan.

Dengan adanya kasus pungli di SMAN 22 Kota Bandung, kata Dan, aturan menyeluruh mengenai PPDB masih lemah. Seharusnya, mengenai biaya sumbang orang tua pada sekolah bisa lebih diatur lebih jelas.

"Aturan masih lemah secara global. Harus  menyampaikan ada larangan pungutan maupun Sumbangan dalam PPDB maupun perpindahan siswa," kata Dan.

Jika tidak aturan yang lebih jelas, menurut Dan, pejabat SMA dan SMK ataupun komite sekolah masih memungkinkan menggalang dana melalui sumbangan. Ketika aturan sudah ada, kata Dan, kepala sekolah akan punya acuan yang lebih jelas dalam mengelola perpindahan siswa dan juga sumbangan yang memang diperbolehkan melalui komite sekolah.

Pergub itu, kata dia, akan turut menguatkan kepala sekolah untuk memutuskan langkah yang benar dan tidak mengakibatkan tindakan pungli. "Kepala sekolah tidak abu-abu yang berpotensi digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement