Selasa 18 Jan 2022 20:16 WIB

KPAI Sebut Jaga Jarak Sulit Dilakukan Selama PTM

KPAI memfokuskan pengawasan pada siswa yang belum mendapatkan vaksin dosis lengkap.

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Agus raharjo
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengeklaim telah melakukan pengawasan mengenai penerapan protokol kesehatan (prokes) 3M di sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Hasilnya, KPAI mencatat menjaga jarak sulit dilakukan selama proses PTM.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengaku, lembaganya konsisten melakukan pengawasan di sekolah di Jabodetabek, yaitu di DKI Jakarta, Bogor, hingga Bekasi. KPAI mengaku mendatangi banyak sekolah dasar (SD) karena mayoritas anak-anak kelompok ini belum mendapatkan vaksin lengkap dua dosis.

Baca Juga

"Itu yang membuat kami datang mayoritas ke SD. Catatan KPAI yaitu mengenai jaga jarak," ujar Retno saat mengisi sebuah konferensi virtual bertema 'Omicron Ancam PTM 100 Persen', Selasa (18/1).

KPAI mencatat, di beberapa SD agak sulit menerapkan jaga jarak di ruang kelas. Retno menjelaskan, walaupun meja belajar murid dimajukan sampai dekat papan tulis kemudian meja yang ada di belakang dimundurkan sampai menempel tembok tetapi tetap jaga jarak menjadi sulit dilakukan. Sebab, jarak antarsatu meja dengan yang lain tidak sampai satu meter.

Padahal, dia melanjutkan, PTM dilakukan di ruangan tertutup dan kapasitas murid sudah kembali 100 persen namun sulit menjaga jarak. Karena itu, KPAI meminta kapasitas murid selama PTM bisa dipertimbangkan. "Apakah dengan meningkatnya varian baru Covid-19 omicron, kapasitas murid (sebaiknya) dikembalikan ke 50 persen karena jaga jaraknya sulit sekali," ujarnya.

Ia menyontohkan, KPAI pada Selasa (18/1/2022) meninjau SD Negeri Menteng 01 di Jakarta Pusat untuk pemantauan protokol kesehatan. Ternyata gedung di sekolah ini merupakan cagar budaya sehingga ruang kelas sangat kecil-kecil.

Retno mengakui, Pemerintah DKI Jakarta masih memberikan fleksibilitas hanya separuh atau 50 persen murid masuk sekolah dan sisanya masih pembelajaran jarak jauh (PJJ). "Namun, kalau nantinya semua murid masuk sekolah, jaga jarak sangat sulit. Kami khawatir dengan jaga jarak ini," katanya.

KPAI juga mencatat, kondisi lain yang rentan adalah ketika pulang sekolah. KPAI mengapresiasi sudah ada SOP sekolah yang memberi jeda waktu pulang tiap kelas. Namun, KPAI menyoroti begitu murid yang pertama kali keluar sekolah ternyata tidak langsung dijemput. Mereka akhirnya menunggu di sekitar sekolah, kemudian datanglah gelombang kedua pelajar yang pulang sekolah dan ternyata sebagian juga belum dijemput orang tuanya dan akhirnya berkumpul lagi di tempat yang sama.

Kemudian kelompok ketiga pelajar juga pulang dan ternyata juga ada yang belum dijemput. Sehingga, dia melanjutkan, lebih banyak lagi pelajar berkerumun menunggu di tempat ini. Penjemputnya juga banyak yang berkerumun ketika pulang sekolah. Penjemput, terutama dari ojek dalam jaringan yang belum langsung mengenali murid tentu harus berkerumun mencari pelajar yang akan diantarkan pulang ke rumah.

Tak hanya itu, KPAI juga mendapatkan pengaduan dari sejumlah masyarakat terkait penerapan prokes pelajar jenjang SMP dan SMA yang naik kendaraan umum hingga kendaraan pribadi. KPAI mencatat di beberapa motor ada murid yang duduk bonceng tiga orang dan tidak memakai masker.

Ia mengakui, temuan ini harus dievaluasi karena anak-anak SMA, SMP bisa terjadi kerentanan peningkatan penularan kasus. "Hasil pengawasan dan pengaduan ditindaklanjuti untuk diantisipasi karena anak nongkrong, tidak memakai masker di perjalanan, berkerumun dan itu rentan terjadi penularan (kasus Covid-19)," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement