REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng untuk semua jenis kemasan sebesar Rp 14 ribu per liter dan mulai berlaku Rabu (19/1/2022). Kebijakan satu harga itu dikhususnya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
"Lewat kebijakan ini, seluruh minyak goreng kemasan sederhana dan premium akan dijual setara Rp 14 ribu per liter berlaku mulai pukul 00.01," kata Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Lutfi mengatakan, awal pelaksanaan kebijakan tersebut terlebih dahulu dilakukan melalu toko ritel modern yang menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Adapun untuk kebijakan satu harga di pasar tradisional, akan diterapkan sepekan setelah penerapan di toko ritel. Hal itu karena dibutuhkan penyesuaian administrasi di pasar tradisional lebih kompleks daripada ritel.
Lebih lanjut, ia mengatakan, volume minyak goreng yang disiapkan sebanyak 250 juta liter per bulan dan akan disediakan untuk kebutuhan selama enam bulan. Dengan kata lain, total volume yang disiapkan sebanyak 1,5 miliar liter.
"Pemerintah melalui BPDPKS telah mempersiapkan dana sebesar Rp 7,6 triliun yang akan digunakan untuk membiayai minyak goreng tersebut," kata Lutfi.
Dana tersebut dipergunakan untuk membayar selisih harga pasar dari minyak goreng yang saat ini tinggi sehingga masyarakat dapat memperolehnya seharga Rp 14 ribu per liter. Ia menambahkan, sebagai kebijakan tambahan, pemerintah akan menerapkan mekanisme pencatatan ekspor untuk minyak sawit yang akan berlaku mulai 24 Januari 2022.
Kebijakan pencatatan tersebut untuk memastikan produsen CPO yang melakukan ekspor telah terlebih dahulu menyuplai kebutuhan dalam negeri sehingga pasokan dan harga dapat terkendali. "Produsen dan eksportir yang tidak mematuhi ketentuan ini akan diberikan sanksi berupa pembekuan atau pencabutan izin. Kami ingatkan pemerintah akan ambil langkah sangat tegas," kata Lutfi.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan, penyediaan minyak goreng satu harga sebanyak 250 juta liter per bulan dinilai telah mencukupi kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil dan mikro. "Untuk industri, ya berjalan sesuai harga keekonomian," katanya.
Oke mengatakan, awalnya, pemerintah memang menetapkan kebijakan subsidi minyak goreng dikhususnya untuk kemasan sederhana dengan volume 200 juta liter per bulan atau 1,2 miliar liter selama enam bulan. Namun pada kenyataannya, industri tidak dapat memenuhi volume tersebut karena harus berbagi dengan kemasan premium. Jika dipaksakan, membutuhkan waktu untuk dapat menyiapkan fasilitas pengemasan.
Karena itu, pemerintah memutuskan untuk menyubsidi seluruh jenis kemasan sehingga menjadi kebijakan satu harga minyak goreng. "Selisih harga keekonomian (setiap kemasan) akan diganti oleh pemerintah dari anggaran BDPKS Rp 7,6 triliun. Itu kami anggap sudah cukup," ujarnya.