REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengatakan, sejumlah pemerintah daerah masih saja merekrut tenaga honorer meski sudah dilarang. Ia pun mewacanakan pemberian sanksi untuk pemerintah daerah yang melanggar larangan tersebut.
Tjahjo mengatakan, larangan bagi setiap instansi merekrut tenaga honorer termaktub dalam Pasal 8 PP No. 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 96 PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK. PP tersebut juga memberikan tenggat waktu bagi setiap instansi menyelesaikan berbagai permasalahan tenaga honorer hingga 2023.
Kenyataan di lapangan ternyata berbanding terbalik dengan aturannya. Sejumlah pemerintah daerah (pemda), kata Tjahjo, masih saja merekrut tenaga honorer tanpa henti. Akibatnya, perhitungan jumlah kebutuhan ASN menjadi kacau dan persoalan tenaga honorer menjadi berlarut-larut.
"Oleh karenanya, diperlukan kesepahaman ataupun sanksi bagi instansi yang masih merekrut tenaga honorer,” kata Tjahjo dalam siaran persnya, Rabu (19/1).
Jika rekrutmen tenaga honorer dihentikan, lantas siapa yang akan menjadi petugas kebersihan dan sekuriti di kantor pemerintahan? Untuk hal ini, Tjahjo menyarankan setiap instansi menerapkan sistem kerja outsourcing. Ini berarti mengontrak pekerja dari perusahaan penyedia.
"Kebutuhan mengenai penyelesaian pekerjaan mendasar seperti yang dilakukan oleh tenaga kebersihan dan tenaga keamanan disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya (outsourcing) dengan beban biaya umum, bukan biaya gaji," ujarnya.