Rabu 19 Jan 2022 18:02 WIB

Taliban Minta Negara-Negara Islam Akui Pemerintahannya di Afghanistan

PM Afghanistan mendesak komunitas internasional melonggarkan pembatasan dana.

Rep: Kamran Dikarma/Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Warga Afghanistan berpose di Kabul, Afghanistan.
Foto: AP Photo/Felipe Dana
Warga Afghanistan berpose di Kabul, Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Penjabat Perdana Menteri Taliban Mullah Hassan Akhund menyerukan dunia internasional untuk secara resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Dia mengklaim, persyaratan yang dibutuhkan untuk memperoleh pengakuan semacam itu telah terpenuhi.

“Saya meminta semua pemerintah, terutama negara-negara Islam, bahwa mereka harus memulai pengakuan,” kata Akhund dalam penampilan siaran publik besar perdananya sejak dia menjabat perdana menteri pada September tahun lalu, Rabu (19/1/2022).

Baca Juga

Pada kesempatan itu, dia turut mendesak komunitas internasional untuk melonggarkan pembatasan dana ke Afghanistan. Akhund berpendapat, krisis ekonomi yang kian memburuk di Afghanistan tak terlepas akibat pembekuan dana serta aset milik negara tersebut. 

“Bantuan jangka pendek bukanlah solusi, kita harus berusaha mencari cara untuk menyelesaikan masalah secara mendasar,” ujarnya dalam pertemuan yang turut dihadiri pejabat PBB untuk Afghanistan.

Pekan lalu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak Amerika Serikat (AS) dan Bank Dunia mencairkan dana milik Afghanistan yang dibekukan sejak Taliban berkuasa. Guterres menekankan, Afghanistan membutuhkan dana tersebut untuk mencegah krisis kemanusiaan semakin memburuk.

“Kita harus dengan cepat menyuntikkan likuiditas ke dalam perekonomian (Afghanistan) dan menghindari kehancuran yang akan menyebabkan kemiskinan, kelaparan, dan kemelaratan bagi jutaan orang,” kata Guterres kepada awak media di markas PBB di New York, Kamis (13/1) pekan lalu, dikutip laman Al Arabiya.

AS diketahui membekukan aset senilai 9,5 miliar dolar AS milik bank sentra Afghanistan. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia juga menangguhkan kegiatan mereka di Afghanistan. 

Cadangan baru senilai 340 juta dolar AS yang dikucurkan IMF pada Agustus tahun lalu belum disalurkan ke Afghanistan. “Suhu beku dan aset beku adalah kombinasi mematikan bagi rakyat Afghanistan,” ujar Guterres menggambarkan kondisi yang mengkhawatirkan saat negara tersebut menghadapi musim dingin.

"Saya berharap sumber daya yang tersisa, lebih dari 1,2 miliar dolar AS dari Dana Perwalian Rekonstruksi Afghanistan (ARTF) akan tersedia untuk membantu rakyat Afghanistan bertahan hidup di musim dingin,” kata Guterres menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement