REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengatakan lebih dari setengah juta orang di Afghanistan kehilangan pekerjaan sejak Taliban kembali berkuasa pada pertengahan Agustus tahun lalu. ILO menyebut krisis telah melumpuhkan ekonomi dan menghantam pasar tenaga kerja.
Situasi tersebut sangat berdampak pada perempuan dan orang-orang yang bekerja di pertanian, pos pemerintah, layanan sosial, dan konstruksi. Krisis ekonomi membuat sebagian besar warga Afghanistan kehilangan pekerjaan atau tidak menerima upah.
Di sisi lain, perusahaan kesulitan untuk tetap bertahan karena ribuan orang Afghanistan meninggalkan negara itu setiap hari. Laporan ILO menyatakan antara 700 ribu hingga 900 ribu pekerjaan di Afghanistan kemungkinan akan hilang pada Juni. Koordinator senior ILO untuk Afghanistan, Ramin Behzad, mengatakan situasi di Afghanistan sangat kritis dan perlu dukungan untuk memulihkan stabilitas.
“Sementara prioritasnya adalah untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, pemulihan yang langgeng dan inklusif akan bergantung pada orang-orang dan komunitas yang memiliki akses ke pekerjaan, mata pencaharian, dan layanan dasar yang layak,” ujar Behzad.
Data ILO menyatakan perempuan memegang sekitar satu dari lima pekerjaan di Afghanistan pada 2020. Setelah Taliban kembali berkuasa, kaum perempuan di beberapa daerah dilarang bekerja. Selain itu, pendidikan untuk anak perempuan juga terbatas. Laporan ILO memperkirakan tingkat partisipasi kerja terhadap perempuan turun 16 persen pada Juli-September. Sedangkan tingkat partisipasi kerja pada kaum pria menurun 5 persen.
Perempuan yang masih diizinkan bekerja di beberapa sektor seperti bandara, bea cukai, kesehatan, dan pendidikan mengalami kesulitan sejak Taliban kembali berkuasa. Laporan ILO juga mencatat kondisi pekerjaan yang memburuk juga dapat menyebabkan lebih banyak penggunaan pekerja anak di Afghanistan. Sekitar lebih dari 1 juta anak berusia 5-17 tahun di Afghanistan terpaksa harus bekerja.
Badan-badan PBB bekerja dengan perusahaan dan serikat pekerja Afghanistan untuk mencoba memberikan bantuan penting dan mempertahankan layanan masyarakat.
Sebelumnya PBB memperingatkan bahwa 8,7 juta warga Afghanistan berada di ambang kelaparan.
Pekan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres mendesak masyarakat internasional untuk mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 5 miliar dolar AS. Gutterres juta mendesak Amerika Serikat mencairkan aset bank sentral Afghanistan senilai miliaran dolar. Afghanistan membutuhkan bantuan pendanaan agar bisa keluar dari krisis ekonomi.