REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Skandal pesta di kala pandemi yang disetujui Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menuai kritikan bahkan kecaman agar ia mundur dari jabatannya. Anggota parlemen dari partainya sendiri pun marah atas serangkaian pesta yang digelar di kediaman resminya Downing Street saat pemberlakukan peraturan pembatasan sosial Covid-19 pada 2020 lalu.
Namun Johnson menolak seruan mengundurkan diri dari oposisi dan beberapa anggota parlemennya sendiri tersebut. Kini Johnson tengah berjuang menopang otoritasnya seusai skandal itu. Dia juga telah berulang kali meminta maaf dan mengatakan dia tidak mengetahui banyak dari acara tersebut.
Namun tetap saja, dia menghadiri pesta yang digelar pada masa penguncian. Johnson menyangkal bahwa tidak ada yang memberitahunya bahwa pertemuan itu melanggar aturan Covid.
"Saya mengharapkan para pemimpin saya untuk memikul tanggung jawab atas tindakan yang mereka ambil," kata anggota parlemen Konservatif pendukung Brexit, David Davis, kepada parlemen.
Davis mengutip kutipan dari seorang anggota parlemen Konservatif, Leo Amery, kepada Perdana Menteri Neville Chamberlain saat itu tentang penanganan perangnya pada 1940: "Anda telah duduk di sana terlalu lama untuk kebaikan yang telah Anda lakukan. Atas nama Tuhan, pergilah."
Ditanya langsung oleh anggota parlemen oposisi apakah dia akan mengundurkan diri, Johnson menjawab tegas "Tidak".
Menggulingkan Johnson akan meninggalkan Inggris dalam tepi jurang selama berbulan-bulan tepat ketika Barat berurusan dengan krisis Ukraina dan ekonomi terbesar kelima di dunia bergulat dengan gelombang inflasi yang dipicu oleh pandemi Covid-19. Inflasi Inggris naik ke level tertinggi dalam hampir 30 tahun.
Untuk memicu tantangan kepemimpinan Johnson, 54 dari 360 anggota parlemen Konservatif di parlemen harus menulis mosi tidak percaya terhadap Johnson. Mereka harus menulis mosi tidak percaya kepada ketua Komite 1922. Mosi tidak percaya itu bersifat rahasia sehingga ketua adalah satu-satunya orang yang mengetahui berapa banyak anggota parlemen yang menulisnya.
Sebuah analisis oleh surat kabar The Times menunjukkan bahwa 58 anggota parlemen Konservatif telah secara terbuka mengkritik perdana menteri. Saingan utama dalam Partai Konservatif termasuk Menteri Keuangan Rishi Sunak (41 tahun) dan Menteri Luar Negeri Liz Truss (46 tahun).