REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit sebesar 5,2 persen sepanjang 2021. Hal ini sejalan non performing loan (NPL) yang terkendali level tiga persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan indeks stabilitas sektor keuangan khusus perbankan cukup terkendali.
“Kredit sudah bertumbuh 5,2 persen secara tahunan dengan NPL yang terkendali pada level tiga persen dan cenderung turun dari tahun lalu, di mana tahun lalu mencapai 3,06 persen,” ujarnya saat konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan secara virtual, Kamis (20/1/2022).
Menurutnya saat ini OJK masih memiliki pekerjaan rumah terkait dengan restrukturisasi kredit yang jumlahnya kini mencapai Rp 639,6 triliun. Adapun jumlah ini semakin turun dibandingkan 2020 sebesar Rp 830,5 triliun.
“Namun, kami sudah meminta kepada sektor keuangan perbankan untuk selalu membentuk pencadangan, sehingga level cadangan terakhir sudah 14,85 persen atau Rp 103 triliun,” ucapnya.
Ke depan OJK meminta kepada perbankan lebih cepat membentuk pencadangan, sehingga ketika kondisi normal tidak terjadi cliff effect. Lebih lanjut, Wimboh menyebut rasio permodalan (car adequacy ratio/CAR) berada level 25,67 persen dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 12,21 persen secara tahunan.
Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) (Persero) Tbk optimistis pertumbuhan kredit bisa tumbuh kisaran delapan persen sampai 10 persen pada tahun ini. Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bisnis perbankan pada tahun ini semakin membaik dibandingkan tahun sebelumnya.
“Tahun lalu kita berikan guidance, kredit tumbuh tujuh persen hingga delapan persen yoy. Awalnya agak terseok-seok, akhir tahun kredit BRI tumbuh 7,4 persen artinya, guidance kita bisa penuhi secara baik. Maka, tahun ini bisa lebih optimistis lagi,” ujarnya saat webinar.